Selasa, 07 Juli 2015

PERKEMBANGAN AGAMA ISLAM DI JERMAN

PERKEMBANGAN AGAMA ISLAM DI JERMAN
Bangsa Jerman merupakan bangsa asli Jerman yang secara genetik dan budaya merupakan kelompok budaya, kewarganegaraandan menggunakan bahasa Jerman sebagai penutur. Bangsa ini terutama menghuni negara-negara JermanSwissLiechtensteinAustria, danLuxemburg. Jumlah penduduk bangsa ini ialah 160 juta jiwa, 80 juta jiwa umumnya menghuni Jerman.[1] Karena letaknya yang berada di tengah-tengah Eropa dan sejarah panjangnya sebagai suku-suku yang berbeda sebelum akhirnya bersatu, Jerman memiliki banyak nama sebutan. Diantaranya : German, Germany, Germania, Allemania, Saksa Deutsch dan Niemcy.
Jerman terletak di Eropa bagian tengah dan berbatasan langsung dengan sembilan negara. Disebelah barat berbatasan dengan BelandaBelgiaLuksemburg, dan Perancis. Disebelah selatan berbatasan denganSwiss dan Austria. Disebelah timur berbatasan dengan Ceko dan Polandia. Dan disebelah utara berbatasan dengan Denmark. Wilayahnya pernah pula terpecah secara politik sejak tanggal 7 Oktober 1949 sampai tanggalOktober 1990, sehingga bagian timur negara ini dikuasai oleh rezim komunis dan bernama Republik Demokratik Jerman (Jerman Timur, atau Deutsche Demokratische Republik disingkat DDR).
Secara umum, topografi Jerman adalah dataran rendah di utara dan wilayah berbukit-bukit di bagian selatan. Sungai-sungai yang mengalir cukup besar sehingga beberapa dapat dilayari oleh kapal berukuran sedang hingga jauh ke hulu, seperti Sungai RheinSungai ElbeSungai DonauSungai Weser, dan Sungai Main.

Sebelumnya datangnya Islam, warga Jerman sudah dapat dikatakan kaum intelek. Kebanyakan orang memiliki pendidikan yang baik, taraf hidup yang tinggi dan ruang gerak yang cukup luas untuk mengatur kehidupan secara individual. Sejak reunifikasi, Jerman merupakan negara yang paling padat penduduknya di Uni Eropa. Sekitar 82 juta orang tinggal di wilayah Jerman, hampir seperlima di antaranya di bagian timur, di wilayah bekas Jerman Timur.[2] Namun, dampak pembelahan Jerman di bidang kemasyarakatan belum diatasi sepenuhnya dua puluh tahun setelah terjadinya reunifikasi tersebut. Dalam rangka globalisasi, Jerman ke arah masyarakat imigrasi modern dengan kemajemukan budaya yang terus meningkat.

Jerman adalah tempat kelahiran reformasi yang dimulai oleh Martin Luther pada awal abad ke-16Protestan (terutama di utara dan timur) terdiri dari 33% populasi dan Katolik (terutama di selatan dan barat) juga 33%. Keseluruhan terdapat sekitar 55 juta orang beragama Kristen.[3]

Dan juga sekitar 30% dari populasi Jerman mengakui tidak memiliki agama. Di Timur angka ini dapat lebih tinggi. Selain itu ada beberapa ratus ribu pemeluk Ortodoks. Di wilayah bekas Jerman Timur, kehidupan keagamaan kurang berkembang dibandingkan dengan di eks-Jerman Barat akibat rezim komunis yang memerintah sebelumnya kurang memberi perhatian pada kehidupan keagamaan.

Masuknya Agama Islam di Jerman

Sebenarnya Islam sudah dikenal oleh bangsa Jerman sejak zaman pendudukan Kekhalifahan Islam di Spanyol. Pada saat itulah kekuasaan dan kemajuan dunia Islam disegani oleh bangsa- bangsa Eropa. Andalusia dijadikan pusat pengembangan ilmu pengetahuan dibawah Kekhalifahan Islam. Eropa mulai memasuki abad pertengahan, mereka menyebutnya sebagai zaman kegelapan atau The Dark Age. Pada zaman perang salib, peperangan terjadi antara kaum muslim dengan bangsa Eropa, terutama Perancis, Jerman dan Inggris. Setelah perang salib berakhir, toleransi antar agama dan kebudayaan pun berlangsung. Di saat itulah bangsa Eropa termasuk Jerman mulai mengenal lebih jauh tentang Islam. Sastrawan nomor satu di Jerman, Wolfgang von Goethe, adalah seorang pengagum Muhammad saw.[4] Hubungan antara Jerman dan Islam terus berlanjut. Pada tahun 1739, raja Friedrich Wilhelm I mendirikan sebuah masjid di kota Potsdam untuk tentaranya yang beragama Islam, mereka disebut dengan nama pasukan Muhammadaner. Mereka juga diberikan jaminan kebebasan beribadah. Pada Februari 1807 pasukan Muhammadaner membantu raja Wilhelm memerangi Napoleon dari Perancis. Bersama pasukan Jerman lainnya, mereka pun memerangi Rusia dan Polandia. Pada satu resimen bernama Towarczy, 1220 tentara beragama Islam dan 1320 tentara lainnya beragama kristen. Pada zaman itu, kaum muslim di Jerman selain menjadi tentara, mereka juga banyak yang menjadi pedagang, diplomat, ilmuwan, dan penulis. Pada saat Perang Dunia Pertama, Jerman kembali bersekutu dengan tentara muslim dari Kekhalifahan Turki. Hal ini membuat komunitas muslim di Jerman bertambah banyak dan makin menguatkan eksistensinya. Lembaga Muslim Jerman sudah berdiri pada tahun 1930. Antara 1933 dan 1945, tercatat lebih dari tiga ribu warga Jerman beragama Islam, dan tiga ratus di antaranya berdarah etnis Jerman. Sayangnya, pada saat kepemimpinan Hitler dan perang dunia kedua, umatIslam terpecah-pecah. Kebebasan beribadah terancam. Sebagian umat Islam pergi melarikan diri ke negaraBalkan. Setelah perang dunia kedua berakhir dengan kekalahan besar yang didapatkan Jerman, hubungan antara Jerman dan umat Islam kembali terjalin. Keberadaan Islam di Jerman meningkat pada tahun 1960-an. Akibat perang dunia, negara Jerman hancur berantakan. Jerman membutuhkan banyak tenaga kerja. Para pekerja berdatangan dari Italia, Turki dan Eropa Timur untuk membangun Jerman kembali. Setelah kontrak kerja mereka selesai, para pekerja ini menolak untuk pulang ke negara mereka, bahkan mereka mendatangkan keluarga-keluarganya untuk tinggal menetap di Jerman. Berlin menjadi kota dengan jumlah komunitas Turki terbesar setelah Istanbul.

Meski Islam dan umatnya kerap dilecehkan dan mendapat teror di berbgai tempat, namun cahaya kebenaran tidak pernah redup. Di Jerman, sebuah sensus menyebutkan bahwa Islam menyebar pesat.  

Sebuah kajian mengenai kehidupan Muslim di Jerman menunjukkan fenomena pindah agama di kalangan masyakarat kelas menengah Jerman yang angkanya cukup mencengangkan. Walaupun media “rajin” memberitakan tentang terorisme yang dikaitkan dengan Islam, kekerasan dalam rumah tangga Muslim, dan bom bunuh diri. Islam masuk akal dan memiliki arahan yang jelasFakta bahwa para muallaf datang dari kalangan berpendidikan dan intelektual seperti dokter Kai Lühr dan pengacara Nils von Bergner menyatakan Islam adalah agama yang dapat diterima akal. Lain halnya dengan Nils von Bergner,[5] satu dari lebih dari 350 warga Hamburg yang masuk Islam di tahun 2005. Dia punya cerita lain tentang perjalanannya menuju Islam. Ia mengaku sebagai orang yang senantiasa mengimani Tuhan, dan beribadah kepadaNya.[6] “Namun di satu sisi saya tidak merasa bahagia, saya selalu memiliki perasaan bahwa saya membalas kebaikan Tuhan terlalu sedikit,” katanya saat mengisahkan masa lalu perjalanannya menuju Islam. “Dan itulah alasan kenapa saya pernah bertutur, bahwa jika sudah memeluk Islam, saya benar-benar ingin lima kali sehari mengingat dan memanjatkan doa dan mendapatkan kesempatan untuk berterimakasih kepada Tuhan.”

Jerman ternyata memiliki lebih banyak penduduk Muslim daripada yang diperkirakan sebelumnya dengan hampir separuh dari mereka memiliki kewarganegaraan Jerman sehingga dapat ikut memberikan suara dalam pemilu. Muslim di Jerman adalah minoritas terbesar di negara tersebut dan terbesar kedua di Eropa setelah Perancis. Meskipun mereka telah berimigrasi ke Jerman sejak 1960an. Muslim Jerman terus menderita berbagai problem sosial, seperti pengangguran, kurangnya pendidikan dan perwakilan politik. Mayoritas umat Muslim Jerman taat sekali dalam menjalankan ajaran agamanya namun mereka menghadapi sejumlah penghalang dalam integrasi sosial akibat adanya aturan-aturan seperti pemisahan laki-laki dan perempuan serta akomodasi religius di sekolah. Meskipun lebih dari separuh Muslim yang disurvei adalah anggota sejumlah organisasi, seperti klub olahraga atau perkumpulan orangtua, bukanlah sebuah indikasi yang cukup kuat akan adanya integrasi sosial ketika banyak Muslim yang menjadikan sekolah-sekolah umum di Jerman sebagai kekhawatiran utama mereka. Kurangnya akomodasi keagamaan di kelas-kelas agama dan digabungnya siswa laki-laki dan perempuan dalam satu kelas adalah dua dari sejumlah isu utama yang dihadapi generasi muda Muslim di Jerman. Menyerukan lebih banyak kesetaraan hukum bagi Muslim Jerman dan penguasaan bahasa Jerman sebagai faktor-faktor utama penjamin integrasi kaum agama minoritas. Muslim harus memiliki hak-hak yang sama karena negara kita menjamin kebebasan beragama dan hal itu tidak terbatas pada satu sudut pandang dunia bahwa umat Muslim harus menerima konstitusi demokratis "tanpa syarat".


[1] http://id. Wikipedia.org/wiki/Jerman (diakses 6 Oktober 2012)
[5] kristenpenghujat.blogspot.com/ (diakses 6 Oktober 2012)
[6]http://www.suaramedia.com/berita-dunia/dunia (diakses 6 Oktober 2012)

Klik Dibawah Ini Untuk Menambah Wawasan Anda
Baca Juga Yang Ini, Seru Loo!!
Share this article :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar