Minggu, 28 Juni 2015

Sejarah Mesjid Raya Baiturrahman Aceh

 Sejarah Mesjid Raya Baiturrahman Aceh

Mesjid Raya Baiturrahman merupakan mesjid yang terbesar dan termegah di Aceh, dan menjadi kebanggaan masyarakat Aceh. Orang muslim yang datang ke Banda Aceh rasanya belum sempurna apabila belum datang ke masjid ini. Masjid ini mempunyai arsitektur yang indah dan terletak di pusat kota yang dapat dilalui oleh semua kendaraan. Masjid Raya Baiturrahman dijadikan sebagai titik nol kilometer jarak di kota Banda Aceh.
Saat ini mesjid Raya Baiturrahman mempunyai luas ± 31.000 m², memanjang dari timur ke barat. Di sekeliling mesjid ini terdapat berbagai aspek kehidupan masyarakat, mulai dari perdagangan, perkantoran, dan aspek kehidupan masyarakat lainnya. Setiap hari orang dapat mendatangi dan memasuki masjid ini untuk melihat-lihat keindahannya dan aktivitas di dalamnya. Bagi mereka yang akan memasuki masjid atau halaman masjid harus berpakaian muslim atau muslimah. Dilarang bagi yang tidak memakai busana muslim/muslimah masuk ke dalam masjid ini. 
Struktur mesjid ini terdiri dari bangunan induk, bangunan penunjang, dan arena sosial. Setelah perluasannya tahun 1992. Mesjid Raya Baiturrahman kini memiliki keadaan sebagai berikut: Luas bangunan induk 56 x 34 m, luas serambi depan 12,5 x 10,5 m, tiang bulat 136 buah, tiang persegi empat 32 buah, kubah 7 buah, menara 5 buah, ruang belajar (2 lantai) sebanyak 12 ruangan, ruang imam 1 buah, ruang kantor remaja mesjid 1 buah, ruang kantor pengurus masjid 1 buah, ruang perpustakaan, ruang parkir, dan fasilitas wudhu’/MCK.
Masjid ini adalah masjid yang menjadi kebanggaan seluruh masyarakat Aceh. Ia tidak sekedar sebuah tempat religius semata, tetapi mempunyai makna yang dalam berkaitan dengan sejarah pendudukan Belanda di daerah ini. Ketika Belanda belum menguasainya, masjid ini dipergunakan oleh pejuang-pejuang Aceh sebagai markas pertahanan mereka.
Sebuah pertanyaan mungkin timbul di benak pengunjung tentang kapan tepatnya masjid ini dibangun. Sebelum tampak sebagai masjid seperti sekarang, beberapa tulisan tentang sejarah masjid ini menyebutkan bahwa masjid ini mulai dibangun pada masa Kerajaan Aceh diperintah oleh Sultan Iskandar Muda (1607-1636), tetapi ada yang mensinyalir bahwa masjid ini dibangun pertama kali pada masa pemerintahan Sultan Alaiddin Mahmud Syah pada tahun 1292 (621H). Perluasan mesjid juga dilakukan kembali pada masa pemerintahan Nakiatuddin Syah pada tahun 1675 - 1678 M.
Ketika perang antara Kerajaan Aceh dengan Kerajaan Belanda pada tahun 1873, banyak tempat di Aceh yang dijadikan benteng oleh para pejuang Aceh, salah satu yang paling terkenal adalah Mesjid Raya Baiturrahman. Di tempat inilah para pemimpin perang di pihak Aceh mengkonsentrasikan diri dalam melawan para serdadu Belanda yang memerangi tanah air mereka. Di pihak Belanda juga berusaha dengan segala daya agar pusat pertahanan rakyat Aceh tersebut dapat mereka rebut. 
Pertempuran antara keduanya terjadi begitu dahsyad dalam memperebutkan Mesjd Raya Baiturrahman. Mereka silih berganti untuk menguasainya. Dalam sebuah pertempuran memperebutkan mesjid ini, Jenderal Kohler tewas oleh sebutir peluru yang dimuntahkan oleh senjata prajurit Kerajaan Aceh pada tanggal 14 April 1873. Tiga hari setelah Jenderal Kohler tewas, Belanda mengundurkan diri ke pantai dan setelah mendapat izin dari pemerintah Hindia Belanda pada tanggal 23 April, mereka lalu membongkar sauh dan meninggalkan pantai Aceh pada 29 April 1873. Agresi mereka yang pertama ini mengalami kegagalan total.
Untuk menubus kekalahannya, Belanda mengangkat kembali Letnan Jenderal Van Swieten. Pensiunan panglima pasukan Hindia Belanda yang khusus didatangkan dari Nederland pada tanggal 9 Juli 1873 untuk memimpin agresi kedua yang dilancarkan pada tanggal 9 Desember 1873. Dua puluh delapan hari kemudian yakni pada tanggal 6 Januari 1874, Belanda dapat menghancurkan Mesjid Raya Baiturrahman dan menguasainya setelah dengan gigihnya dipertahankan oleh Tuanku Hasyim Banta Muda dan panglima Teuku Imeum Lueng Bata beserta pasukannya. Pihak Belanda menelan korban sebanyak 14 bawahan mati, 11 opsir, dan 197 bawahan luka-luka.
Sebelum kembali ke Jawa (Batavia), Jenderal van Swieten memaklumkan bahwa pemerintah Belanda menghormati sepenuhnya kemerdekaan beragama orang-orang Aceh dan hendak membangun mesjid yang telah hancur akibat serangan Belanda tersebut. Rencana pembangunan tersebut dibuat oleh arsitek De Bruins dari Departemen Pekerjaan Umum (Departement van Burgelijke Openbare Werken) di Betawi bekerjasama dengan opzichter L.P. Luyks dan insinyur- insinyur lain dengan dibantu oleh seorang penghulu besar yang berasal dari Garut Jawa Barat agar polanya tidak bertentangan dengan ajaran Islam.
Tidak sederhana untuk membuat mesjid sesuai dengan yang direncanakan oleh Belanda, kecuali kalau mereka mau membuatnya dari kayu nangka dan atap nipah. Hal yang menarik dalam rangka merangkul rakyat yang agamanya berlainan dengan Belanda, mereka begitu susah payah berusaha untuk mendirikan sebuah mesjid dengan harapan akan meninggalkan kesan yang baik di hati rakyat Aceh.
Untuk pembangunan mesjid, Belanda kesulitan menyangkut masalah tenaga kerja, pemborong, dan masalah bahan bangunan. Dalam masalah tenaga kerja ini mulanya orang-orang Belanda mengharapkan orang- orang Acehlah yang dapat bekerja dalam proyek ini, tetapi gagal sehingga terpaksalah akhirnya dipakai tenaga orang Cina. Karena tidak kenal medan bangunan dan takut kesulitan dalam pelaksanaan, maka pemborong-pemborong yang jumlahnya memang tidak banyak di Jawa itu tidak ikut penawaran. Hanya seorang yang memasukkan penawaran yaitu Lie A. Sie, seorang letnan Cina yang memperoleh borongan itu dengan biaya f 203.000 (dua ratus tiga ribu gulden). Bahan-bahan bangunan berasal dari dalam negeri dan luar negeri, misalnya kapur dari Pulau Pinang, batu bata dari negeri Belanda, batu pualam untuk tangga dan lantai berasal dari Cina, besi untuk jendela diimpor dari Belgia, kayu dari Moulmein (Birma), tiang-tiang besi yang berat berasal dari Surabaya.
Upacara peletakan batu pertama dilaksanakan oleh Jenderal Van der Heyden pada tahun 1879. Pada tanggal 27 Desember 1881 terjadi penyerahan kunci dari Gubernur A. Pruys van der Hoeven kepada Tgk. Kadi Malikul Adil sebagai tanda telah selesainya pembangunan mesjid. Acara ini diiringi oleh tembakan meriam tiga belas kali dan dilaksanakannya kenduri sebagai rasa syukur. Pengurusannya diserahkan kepada Teungku Syekh Marhaban, seorang ulama terkenal yang berasal dari Pidie.
Gaya arsitekturnya didominasi oleh kubah, sehingga corak utama dari mesjid tersebut sebagai mesjid berkubah. Penampilannya adalah gaya Timur Tengah yang diolah secara cermat disesuaikan dengan tujuan penggunaan dan fungsi mesjid. Kubah-kubah pada mesjid diperkuat dengan bentuk-bentuk lengkung dari elemen-elemen seperti pintu-pintu dan jendela yang dihiasi dengan ornamen-ornamen untuk menghiasi bangunan mesjid.
Mesjid Raya Baiturrahman jika dilihat dari bentuknya tampak bangunan Eropa bergaya gotik. Di bagian ruang mesjid terdapat pilar beton yang berjejer yang tersusun rapi dan di bagian dasar pilar berpola hias sulur-sulur daun yang bahannya terbuat dari kuningan. Sementara mimbar mesjid terbuat dari kayu jati berukir-sulur-sulur daun dari bunga teratai. Pintu mesjid terbuat dari kuningan berpola ragam hias bunga teratai dan jendela terbuat dari kayu jati yang berukiran sulur-sulur daun.
Pada masa kemerdekaan RI yaitu pada tahun 1958, di bawah kepemimpinan Gubernur Ali Hasjmy, masjid ini kembali diperluas menjadi lima kubah dan ditambah dengan dua buah menara di sampingnya sehingga bisa menampung 10.000 jamaah. Pelaksanaan perluasan Mesjid Raya Baiturrahman diserahkan kepada N.V. Zein dari Jakarta. Peletakan batu pertama dilakukan oleh Menteri Agama Republik Indonesia K.H. M. Ilyas pada hari Sabtu 1 Shafat 1387 H bertepatan dengan tanggal 16 Agustus 1958. Pada perluasan ini ditambah lagi dua buah kubah dan dua menara sebelah utara dan selatan. Dengan demikian, Mesjid Raya Baiturrahman mempunyai tujuh buah kubah dan dua menara. Perluasan ini selesai pada tahun 1967.
Dalam rangka pelaksanaan Musabaqah Tilawatil Qur'an (MTQ) Nasional XII tanggal 7 sampai dengan 14 Juni 1981 di Banda Aceh, masjid ini diperindah dengan pembuatan pelataran, pemasangan klinker di sepanjang jalan-jalan dan pekarangan, perbaikan dan penambahan tempat wudhu’ dari porselin, dan pemasangan pintu kerawang serta chandelir dari bahan kuningan di sekeliling kubah bagian dalam serta instalasi air mancur dalam kolam di halaman depan.
Saat ini, di depan masjid ini terdapat Menara Tugu Modal, yang merupakan monumen bahwa Aceh pernah dinyatakan sebagai Daerah Modal di dalam perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia. Menara terdiri dari enam lantai yang dapat dicapai melalui lift maupun tangga biasa. Dari menara ini dapat dilihat pemandangan kota Banda Aceh dan sekitarnya, yang dikelilingi oleh Pegunungan Bukit Barisan, dan puncak gunung Seulawah Agam. Selain itu, tampak juga laut menghampar luas, yang dikenal dengan nama Selat Malaka.
Penulis :
Sudirman 
Agus Budi Wibowo 
Cut Zahrina 
Dahlia
Editor:
Prof. Dr. Rusydi Ali Muhammad
Balai Pelestarian Sejarah Dan Nilai Tradisional Banda Aceh 2011
  1. Apabila anda ingin mengutip atau mengkopi tulisan ini, harap mencantumkan sumber semestinya untuk menghargai penulis dan memiliki sumber yang benar (valid).
  2. Sumber foto, koleksi bijeh.com, jika anda berminat memiliki foto-foto aceh tempo dulu, silahkan tulis alamat email pada kotak komentar.
DAFTAR PUSTAKA :
Ajisman dan Almaizon, Bangunan Bersejarah di Kabupaten Tanah Datar, BKSNT Padang, 2004.
Ali Hasjmy, Kebudayaan Aceh Dalam Sejarah, Jakarta : Beuna, 1983.
___________, Semangat Merdeka, 70 Tahun Menempuh Jalan Pergolakan dan Perjuangan Kemerdekaan, Jakarta : Bulan Bintang, 1985.
___________, Ulama Aceh Mujahid Pejuang Kemerdekaan dan Pembangunan Tamadun  Bangsa, Jakarta : Bulan Bintang, 1997.
Abdul Baqir Zein, Masjid-Masjid Bersejarah di Indonesia, Jakarta : Gema Insani, 1999.
Abdul Rochyn,  Sejarah Arsitektur Islam sebuah Tinjauan, Bandung : Angkasa, 1983.
Arabesk, Banda Aceh : Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala, Provinsi Nanggroe  Aceh Darussalam, Mei 2002.
Hamka (Haji Abdul Malik Karim Amrullah), Sejarah Islam di Sumatera, Medan : Pustaka Nasional, 1950.
Harun Nasution dkk, Ensiklopedi Islam Indonesia, Jakarta: Djambatan, 1992.
Ibrahim Alfian, Wajah Aceh Dalam Lintasan Sejarah, Banda Aceh: Pusat Dokumentasi dan Informasi Aceh, 1999.
Juinboll, Th.W., “Atjeh” The Encyclopaedia of Islam, Volume 1, 1960.
Muhammad Said, Aceh Sepanjang Abad Jilid 1, Medan: Waspada, 1980.
_______________, Aceh Sepanjang Abad Jilid 2, Medan: Waspada, 1980.
Syafwandi, “Konsep-konsep dasar Tentang Pelestarian Arsitektur Tradisional Aceh, dalam Majalah Intim, Jakarta: Intim, 1988.
Tugiyono KS. Dkk., Peninggalan Situs dan Bangunan Bercorak Islam di Indonesia. Jakarta: Mutiara Sumber Widya,  2001.
Wiryoprawiro, Zein. M., Perkembangan Arsitektur Mesjid di Jawa Timur, Surabaya: Bina Ilmu, 1986

SEJARAH MESJID RAYA BAITURRAHMAN BANDA ACEH

SEJARAH MESJID RAYA BAITURRAHMAN BANDA ACEH

24 April 2009



Mesjid Kebanggaan Masyarakat Aceh
Mesjid Kebanggaan Masyarakat Aceh
Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh, merupakan Masjid yang memiliki lembaran sejarah tersendiri, yang kini merupakan Masjid Negara yang berada di jantung kota Propinsi Nanggro Aceh Darussalam. Nama Masjid Raya Baiturrahman ini berasal dari nama Masjid Raya yang dibangun oleh Sultan Iskandar Muda pada tahun 1022 H/1612 M. Mesjid raya ini memang pertama kali dibangun oleh pemerintahan Sultan Iskandar Muda, namun telah terbakar habis pada agresi tentara Belanda   kedua pada bulan shafar 1290/April 1873 M, dimana dalam peristiwa tersebut tewas Mayjen Khohler yang kemudian diabadikan tempat tertembaknya pada sebuah monument kecil dibawah pohon ketapang/geulumpang dekat pintu masuk sebelah utara mesjid.

Empat tahun setelah Masjid Raya Baiturrahman itu terbakar, pada pertengahan shafar 1294 H/Maret 1877 M, dengan mengulangi janji jenderal Van Sweiten, maka Gubernur Jenderal Van Lansberge menyatakan akan membangun kembali Masjid Raya Baiturrahman yang telah terbakar itu. Pernyataan ini diumumkan setelah diadakan permusyawaratan dengan kepala-kepala Negeri sekitar Banda Aceh. Dimana disimpulakan bahwa pengaruh Masjid sangat besar kesannya bagi rakyat Aceh yang 100% beragama Islam. Janji tersebut dilaksanakan oleh Jenderal Mayor Vander selaku Gubernur Militer Aceh pada waktu itu. Dan tepat pada hari Kamis 13 Syawal 1296 H/9 Oktober 1879 M, diletakan batu pertamanya yang diwakili oleh Tengku Qadhi Malikul Adil. Masjid Raya Baiturrahman ini siap dibangun kembali pada tahun 1299 Hijriyah bersamaan dengan kubahnya hanya sebuah saja.

Pada tahun 1935 M, Masjid Raya Baiturrahman ini diperluas bahagian kanan dan kirinya dengan tambahan dua kubah. Dan pada tahun 1975 M terjadinya perluasan kembali. Perluasan ini bertambah dua kubah lagi dan dua buah menara sebelah utara dan selatan. Dengan perluasan kedua ini Masjid Raya Baiturrahman mempunyai lima kubah dan selesai dekerjakan dalam tahun 1967 M. Dalam rangka menyambut Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ) Tingkat Nasional ke-XII pada tanggal 7 s/d 14 Juni 1981 di Banda Aceh, Masjid Raya diperindah dengan pelataran, pemasangan klinkers di atas jalan-jalan dalam pekarangan Masjid Raya. Perbaikan dan penambahan tempat wudhuk dari porselin dan pemasangan pintu krawang, lampu chandelier, tulisan kaligrafi ayat-ayt Al-Qur’an dari bahan kuningan, bagian kubah serta intalasi air mancur di dalam kolam halaman depan.

Dan pada tahun 1991 M, dimasa Gubernur Ibrahim Hasan terjadi perluasan kembali yang meliputi halaman depan dan belakang serta masjidnya itu sendiri. Bagian masjid yang diperluas,meliputi penambahan dua kubah, bagian lantai masjid tempat shalat, ruang perpustakaan, ruang tamu, ruang perkantoran, aula dan ruang tempat wudhuk, dan 6 lokal sekolah. Sedangkan. perluasan halaman meliputi, taman dan tempat parkir serta satu buah menara utama dan dua buah minaret.

Dilihat dari sejarah, Masjid Raya Baiturrahman ini mempunyai nilai yang tinggi bagi rakyat Aceh, karena sejak Sultan Iskandar Muda sampai sekarang masih berdiri megah di tengah jantung kota Banda Aceh. Mesjid Raya ini mempunyai berbagai fungsi selain shalat, yaitu tempat mengadakan pengajian, perhelatan acara keagamaan seperti maulid Nabi Besar Muhammad SAW, peringatan 1 Muharram, Musabaqah Tilawatil Qur’an (yang baru selesai MTQ Telkom-Telkomsel Nasional), tempat berteduh bagi warga kota serta para pendatang, salah satu obyek wisata Islami.

Waktu gempa dan tsunami (26 Desember 2004) yang menghancurkan sebagian Aceh, mesjid ini selamat tanpa kerusakan yang berarti dan banyak warga kota yang selamat di sini. Kawasan/lingkungan mesjid ini juga dijadikan kawasan syariat Islam, jadi sebaiknya kita jaga dan jangan dikotori oleh perbuatan-perbuatan yang melecehkan mesjid serta melanggar syariat Islam.

Sumber: Dari berbagai sumber

Asal Usul Pendirian Ka’bah

Asal Usul Pendirian Ka’bah


Assalamu’alaikum wr wb,
Apakah benar pada jaman dahulu ka’bah atau baitullah didirikan / dibangun karena adanya ular melingkar diwilayah tersebut ?? mohon penjelasan mengenai hal ini terimakasih wassalam
Wa’alaikumussalam wr. wb.
Saudara Abdul Hakim ang dimuliakan Allah swt
Ka’bah adalah kiblat seluruh kaum muslimin dunia yang menjadi simbol kesatuan mereka dibawah ikatan tauhid dan keimanan kepada Allah swt. Ka’bah adalah bangunan pertama di bumi, sebagaimana firman Allah swt :
إِنَّ أَوَّلَ بَيْتٍ وُضِعَ لِلنَّاسِ لَلَّذِي بِبَكَّةَ مُبَارَكًا وَهُدًى لِّلْعَالَمِينَ
Artinya : “Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadat) manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia.” (QS. Al Imron : 96)
Pembangunan ka’bah hingga seperti yang sekarang ini telah melalui beberapa tahapan :
1. Dibangun oleh para malaikat.
Kaum muslimin meyakini bahwa pembangunan ka’bah pertama kali dilakukan oleh para malaikat, sebagaimana disebutkan Imam Ibnu adh Dhiya bahwa telah diriwayatkan dari Ali bin al Husein bahwa dia telah ditanya tentang awal mula thawaf mengelilingi baitullah beliau menjawab Sesungguhnya Allah swt telah berfirman :
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلاَئِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الأَرْضِ خَلِيفَةً قَالُواْ أَتَجْعَلُ فِيهَا مَن يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاء
Artinya :: “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” (QS. Al Baqoro : 30)
Para malaikat berkata,”Wahai Allah bukankah khalifah itu dari selain kami adalah yang selalu membuat kerusakan di bumi dan menumpahkan darah.’ Maka Allah pun marah terhadap mereka lalu mereka pun melarikan diri ke arsy, mengangkat kepala, jari jemari mereka mengisyaratkan ketundukan dan menangis karena takut akan kemurkaan-Nya. Mereka mengeilingi arsy sebanyak tiga kali.” Di dalam riwayat : “tujuh kali” mengaharapkan kridhoan Tuhan mereka dan Allah pun meredhoi mereka. Kemudian Allah berkata kepada mereka,”Bangunlah oleh kalian di bumi sebuah rumah yang menjadi tempat kembali setiap orang yang Aku murka terhadapnya dari makhluk-Ku dan dia mengelilinginya (thawaf) sebagaimana kalian lakukan terhadap arsy-Ku maka Aku akan mengampuninya sebagaimana Aku telah mengampuni kalian.” Lalu mereka pun membangun ka’bah.
Terdapat riwayat pula yang menyebutkan bahwa Allah swt telah mengutus malaikat dan berkata kepada mereka,”Bangunlah oleh kalian sebuah rumah seperti al baitul ma’mur lalu mereka pun melakukannya. Allah swt memerintahkan agar rumah itu dikelilingi (thawaf) sebagaimana al baitul ma’mur. Ini terjadi sebelum penciptaan Adam as serta 2000 tahun sebelum penciptaan bumi. Dan sesungguhnya bumi dibentangkan dibawahnya karena itulah Mekah disebut dengan Ummul Quro yaitu asal negeri (bumi, pen).
Terdapat pula riwayat yang menyebutkan bahwa peristiwa itu terjadi sebelum diturunkannya Adam as ke bumi… (Tarikh Makkah al Musyarrafah hal 4)
2. Wasiat Nabi Adam kepada anaknya Nabi Sys
Sys adalah penerus dari Nabi Adam as yang diberikan wasiat oleh ayahnya untuk senantiasa beribadah siang dan malam. Ibnul Atsir menyebutkan bahwa Sys senantiasa melakukan haji dan umroh hingga ajal menjemputnya dan dia juga mengumpulkan lembaran-lembaran yang diturunkan kepadanya dan kepada ayahnya lalu mengamalkan isinya. Sys telah membangun ka’bah dengan batu dan tanah. (Al Kamil Fii at Tarikh juz I hal 17)
3. Pada masa Ibrahim dan Ismail as.
As Suddiy mengatakan bahwa tatkala Allah swt memerintahkan Ibrahim dan Ismail agar membangun sebuah rumah lalu mereka berdua tidak mengetahui dimana tempat akan dibangunnya hingga Allah mengirimkan angin, ada yang menyebutkan angin itu adalah al khajuj yang memiliki dua sayap sementara kepalanya berbentuk ular. Lalu ular itu membersihkan daerah sekitar ka’bah sebagai tempat dibangunnya rumah pertama. Keduanya pu mengikutinya dengan membawa alat penggali dan melakukan penggalian sehingga mereka berdua berhasil meletakkan pondasinya, sebagaimana firman Allah swt
وَإِذْ بَوَّأْنَا لِإِبْرَاهِيمَ مَكَانَ الْبَيْتِ
Artinya : “Dan (ingatlah), ketika kami memberikan tempat kepada Ibrahim di tempat Baitullah.” (QS. Al Hajj : 26)
Setelah mereka berdua meletakkan dasar-dasarnya maka dibangunlah rukun-rukunnya. Dan Ibrahim mengatakan kepada Ismail,”Wahai anakku, carikanlah untukku batu hitam dari daerah India, dahulunya ia adalah batu yakut yang paling putih. Dahulu batu itu dibawa oleh Adam as tatkala diturunkan ke bumi dari surga namun kemudian berubah warnanya menjadi hitam karena dosa-dosa manusia. Ismail pun membawa sebuah batu namun ia mendapatkan batu hitam itu sudah berada disalah satu sudut. Ia pun bertanya kepada ayahnya,”Wahai ayahku siapa yang mendatangkan batu itu kepadamu?’ Ibarahim menjawab,”Dia adalah yang lebih rajin darimu.” Maka mereka berdua membangunnya dan sambil berdoa,”
Artinya : “Ya Tuhan kami terimalah daripada kami (amalan kami), Sesungguhnya Engkaulah yang Maha mendengar lagi Maha Mengetahui”. (QS. Al Baqoroh : 127)
4. Dibangun oleh orang-orang Quraisy.
Pada usia Rasulullah saw mencapai tiga puluh lima tahun, orang-orang Quraisy sepakat untuk merenovasi ka’bah. Ka’bah adalah susunan batu-batu yang lebih tinggi dari badan manusia, sekitar sembilan hasta yang dibangun sejak masa Ismail tanpa memiliki atap sehingga banyak pencuri yang mengambil barang-barang berharga yang disimpan didalamnya.
Lima tahun sebelum tahun kenabian, Mekah dilanda banjir besar sehingga meluap ke Masjidil Haram dan dikhawatirkan sewaktu-waktu akan dapat meruntuhkan ka’bah. Orang-orang Quraisy merasa bimbang antara merenovasi atau membiarkannya seperti apa adanya.
Akhirnya al Walid bin al Mughirah al Makhzumiy mengawali perobohan bangunan ka’bah lalu diikuti oleh orang-orang setelah mereka mengetahui tidak terjadi sesuatupun menimpa al Walid. Mereka terus bekerja merobohkan setiap bangunan ka’bah hingga sampai rukun Ibrahim. Setelah itu mereka siap membangunnya kembali.
Tatkala pembangunan sampai di bagian Hajar Aswad, mereka saling berselisih tentang siapa yang berhak mendapat kehormatan meletakkan Hajar Aswad itu ditempatnya semula. Perselisihan ini terus berlangsung selama empat atau lima hari, tanpa ada keputusan. Bahkan perselisihan itu semakin meruncing dan hampir saja menjurus kepada pertumpahan darah di tanah suci.
Abu Umayyah bin al Mughirah al Makhzumiy datang dan menawarkan solusi dengan menyerahkan urusan ini kepada siapa pun yang pertama kali masuk lewat pintu masjid. Mereka menerima cara ini. Allah menghendaki orang yang berhak atasnya adalah Rasulullah saw. Tatkala mengetahui hal itu, mereka berbisik-bisik,”Inilah al Amin. Kami ridho kepadanya, inilah dia Muhammad.”
Orang-orang Qiraisy kehabisan dana dari penghasilan mereka, maka mereka menyisakan di bagian utara, kira-kira enam hasta, yang kemudian disebut al Hijr atau al Hathim. Mereka membuat pintunya lebih tinggi dari permukaan tanah, agar tidak bisa dimasuki kecuali oleh orang yang memang ingin melewatinya. Setelah bangunan ka’bah mencapai ketinggian lima belas hasta, mereka memasang atap dengan disangga enam sendi.
Setelah jadi, ka’bah itu berbentuk segi empat, yang keinggiannya kira-kira mencapai lima belas hasta, panjang sisinya di tempat Hajar Aswad dan sebaliknya adalah sepuluh meter. Hajar Aswad itu sendiri diletakkan dengan ketinggian satu setengah meter dari permukaan pelataran untuk thawaf. Sisi yang ada pintunya dan sebaliknya setinggi dua belas meter. Adapun pintunya setinggi dua meter dari permukaan tanah, di sekeliling luar ka’bah ada pagar dari bagian bawah ruas-ruas bangunan, di bagian tengahnya dengan ketinggian seperempat meter dan lebarnya kira-kira sepertiga meter. Pagar ini dinamakan Asy Syadzarawan. Namun kemudian orang-orang Quraisy meninggalkannya. (ar Rakhiqul Makhtum hal 84 – 85)
5. Pada masa Abdullah bin Zubeir.
Abdullah bin Zubeir memutuskan perenovasian ka’bah seperti yang diinginkan Rasulullah saw ketika beliau masih hidup. Dia pun merobohkannya dan membangun kembali serta menambahkan bagian yang masih kurang ketika orang-orang Quraisy kehabisan dana dari enam hasta menjadi sepuluh hasta. Dia juga menjadikan ka’bah memiliki dua pintu, satu di sebelah timur dan lainnya di sebelah barat sehigga orang yang memasukinya dari satu pintu dan keluar di pintu yang lainnya. Dia menjadikannya dalam bentuk yang paling baik dan megah sehingga seperti yang disifatkan Nabi saw sebagaimana diberitakan oleh Aisyah ra ibu orang-orang beriman yang juga bibinya.
6. Pada masa Abdul Malik bin Marwan
Pada masa Abdul Malik bin Marwan ini al Hajjaj bin Yusuf ats Tsaqofiy menulis surat kepadanya atas apa yang diperbuat Abdullah bin Zubeir dengan ka’bah, tentang perenovasian dan penambahan bagian ka’bah, dia mengira bahwa hal itu adalah hasil fikiran dan ijtihadnya.
Lalu Abdullah bin Malik membalas suratnya agar mengembalikan ka’bah seperti sedia kala. Al Hajjaj pun merobohkan bagian utaranya dan mengeluarkan al Hijr sebagaimana yang telah dibangun orang-orang Quraisy serta menjadikan ka’bah memiliki satu pintu saja yang lebih ditinggikan serta menutup pintu yang lainnya.
Tatkala Abdul Malik bin Marwan mendapatkan hadits Aisyah maka ia pun menyesali perbuatannya sehingga mengatakan,”Kami sangat berkeinginan mengembalikan seperti orang yang membangun sebelumnya.” Maksudnya Abdullah bin Zubeir. Lalu ia pun bermusyawarah dengan Imam Malik dalam permasalahan ini dan beliau pun mencegahnya agar kemuliaan ka’bah tidak lenyap. Dan dikahwatatirkan setiap raja akan melakukan perobohan sebagaimana yang dilakukan orang-orang sebelumnya sehingga dapat menodai kehormatan ka’bah.
7. Pada masa Kekhilafahan Utsmani tahun 1040 H.
Tatkala Mekah dilanda banjir besar yang menenggalamkan Masjidil Haram maka Muhammad Ali Pasya—Gubernur Mesir saat itu—memerintahkan para arsiteknya yang ahli dan para pekerjanya agar merobohkan ka’bah dan merenovasi kembali. Pembangunan itu memakan waktu setengah tahun penuh dan memakan biaya yang sangat mahal hingga rampung pembangunannya. (www.islamweb.net)
Demikianlah awal mula pembangunan ka’bah hingga hari ini yang tetap kokoh dan menggetarkan setiap orang yang melihatnya dan mengembalikan kebesarannya kepada Allah swt Yang Maha Agung lagi Maha Mulia.
Dan apa yang anda tanyakan tentang adanya seekor ular di tempat awal mulanya akan dibangun ka’bah maka telah disinggug di atas yaitu terjadi pada masa Ibrahim dan Ismail as, sebagaimana yang dikatakan Imam As Suddiy.
Wallahu A’lam

Mengapa Kabah Menjadi Kiblat Sholat Umat Islam?

Mengapa Kabah Menjadi Kiblat Sholat Umat Islam?

by Armi 27 Jun 2015



Mungkin selama ini kita selalu bertanya setiap kali kita melakukan ibadah sekaligus rukun Islam nomor dua yaitu shalat kita selalu menghadap kiblat, atau dalam hal ini Ka’bah. Nah mengapakah sebenarnya harus menghadap Ka’bah?
Hal ini sebenarnya merupakan sejarah yang paling tua di dunia. Bahkan jauh sebelum manusia diciptakan di bumi, Allah swt telah mengutus para malaikat turun ke bumi dan membangun rumah pertama tempat ibadah manusia. Ini sudah dituturukan dalam Al-Quran: Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekkah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia . (QS. Ali Imran : 96).
Konon di zaman Nabi Nuh as, ka’bah ini pernah tenggelam dan runtuh bangunannya hingga datang masa Nabi Ibrahim as bersama anak dan istrinya ke lembah gersang tanpa air yang ternyata disitulah pondasi Ka’bah dan bangunannya pernah berdiri. Lalu Allah swt memerintahkan keduanya untuk mendirikan kembali ka’bah di atas bekas pondasinya dahulu. Dan dijadikan Ka’bah itu sebagai tempat ibadah bapak tiga agama dunia. Dan ketika Kami menjadikan rumah itu (ka’bah) tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman. Dan jadikanlah sebahagian maqam Ibrahim tempat shalat. Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail: “Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang thawaf, yang i’tikaf, yang ruku’ dan yang sujud”. (QS. ). Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh, (QS. Al-Hajj : 27).
Di masa Nabi Muhammad, awalnya perintah shalat itu ke baitul Maqdis di Palestina. Namun Rasulullah saw berusaha untuk tetap shalat menghadap ke Ka’bah. Caranya adalah dengan mengambil posisi di sebelah selatan Ka’bah. Dengan mengahadap ke utara, maka selain menghadap Baitul Maqdis di Palestina, beliau juga tetap menghadap Ka’bah.
Namun ketika beliau dan para shahabat hijrah ke Madinah, maka menghadap ke dua tempat yang berlawanan arah menjadi mustahil. Dan Rasulullah saw sering menengadahkan wajahnya ke langit berharap turunnya wahyu untuk menghadapkan shalat ke Ka’bah. Hingga turunlah ayat berikut :
Sungguh Kami melihat mukamu menengadah ke langit , maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan dimana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang yang diberi Al Kitab memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan. (QS. Al-Baqarah : 144).
Jadi di dalam urusan menghadap Ka’bah, umat Islam punya latar belakang sejarah yang panjang.  Ka’bah merupakan bangunan yang pertama kali didirikan di atas bumi untuk dijadikan tempat ibadah manusia pertama. Dan Allah swt telah menetapkan bahwa shalatnya seorang muslim harus menghadap ke Ka’bah sebagai bagian dari aturan baku dalam shalat. (red/berbagaisumber)
Artikel ini bekerjasama dengan eramuslim digest, sebuah buku pegangan bagi peminat  sejarah yang tak terungkap umum,  dan ingin memilikinya, dapat menjadikan  eramuslim digest sebagai alternatif sumber bacaannya yang bertutur tentang sejarah sejarah “panas” yang tidak diungkap secara umum, milikilah salah satu edisinya atau semua edisi yang masih tersedia ,  silahkan klik link ini : Resensi Buku : Penggelapan Sejarah Sejak Pergerakan Nasional Hingga Reformasi, Digest Edisi 10

Inilah Sejarah Ka'bah dari Masa ke Masa

Inilah Sejarah Ka'bah dari Masa ke Masa

by Armi 27 Jun 2015
Awalnya, Mekkah hanyalah sebuah hamparan kosong. Sejauh mata memandang pasir bergumul di tengah terik menyengat. Aliran zamzamlah yang pertama kali mengubah wilayah gersang itu menjadi sebuah komunitas kecil tempat dimulainya peradaban baru dunia Islam.
Bangunan persegi bernama Ka’bah didaulat menjadi pusat dari kota itu sekaligus pusat ibadah seluruh umat Islam. Mengunjunginya adalah salah satu dari rukun Islam, Ibadah Haji.
Ka’bah masih tetap berdiri kokoh hingga saat ini dan diperkirakan masih terus berdiri hingga kiamat menjelang. Beberapa generasi pernah menjadi saksi berdirinya Ka’bah hingga berbagai kemelut menyelimutinya.
Adalah Ismail, putra Nabi Ibrahim dan Siti Hajar, yang kaki mungilnya pertama kali menyentuh sumber mata air zamzam. Akibat penemuan mata air abadi ini, Siti Hajar dan Ismail yang kala itu ditinggal oleh Ibrahim ke Kanaan di tengah padang, tiba-tiba kedatangan banyak musafir. Beberapa memutuskan untuk tinggal, beberapa lagi beranjak.
Ibrahim datang dan kemudian mendapatkan wahyu untuk mendirikan Ka’bah di kota kecil tersebut. Ka’bah sendiri berarti tempat dengan penghormatan dan prestise tertinggi.
Ka’bah yang didirikan Ibrahim terletak persis di tempat Ka’bah lama yang didirikan Nabi Adam hancur tertimpa banjir bandang pada zaman Nabi Nuh. Adam adalah Nabi yang pertama kali mendirikan Ka’bah.
Tercatat, 1500 SM adalah merupakan tahun pertama Ka’bah kembali didirikan. Berdua dengan putranya yang taat, Ismail, Ibrahim membangun Ka’bah dari bebatuan bukit Hira, Qubays, dan tempat-tempat lainnya.
Bangunan mereka semakin tinggi dari hari ke hari, dan kemudian selesai dengan panjang 30-31 hasta, lebarnya 20 hasta. Bangunan awal tanpa atap, hanyalah empat tembok persegi dengan dua pintu.
Celah di salah satu sisi bangunan diisi oleh batu hitam besar yang dikenal dengan nama Hajar Aswad. Batu ini tersimpan di bukit Qubays saat banjir besar melanda pada masa Nabi Nuh.
Batu ini istimewa, sebab diberikan oleh Malaikat Jibril. Hingga saat ini, jutaan umat Muslim dunia mencium batu ini ketika berhaji, sebuah lelaku yang dicontohkan oleh Rasulullah Muhammad.
Selesai dibangun,  Allah memerintahkan Ibrahim untuk menyeru umat manusia berziarah ke Ka’bah yang didaulat sebagai Rumah Tuhan. Dari sinilah, awal mula haji, ibadah akbar umat Islam di seluruh dunia.
Karena tidak beratap dan bertembok rendah, sekitar dua meter, barang-barang berharga di dalamnya sering dicuri. Bangsa Quraisy yang memegang kendali atas Mekkah ribuan tahun setelah kematian Ibrahim berinisiatif untuk merenovasinya. Untuk melakukan hal ini, terlebih dahulu bangunan awal harus dirubuhkan.
Al-Walid bin Al-Mughirah Al-Makhzumy adalah orang yang pertama kali merobohkan Ka’bah untuk membangunnya menjadi bangunan yang baru.
Pada zaman Nabi Muhammad, renovasi juga pernah dilakukan pasca banjir besar melanda. Perselisihan muncul di antara keluarga-keluarga kaum Quraisy mengenai siapakah yang pantas memasukkan Hajar Aswad ke tempatnya di Ka’bah.
Rasulullah berperan besar dalam hal ini. Dalam sebuah kisah yang terkenal, Rasulullah meminta keempat suku untuk mengangkat Hajar Aswad secara bersama dengan menggunakan secarik kain. Ide ini berhasil menghindarkan perpecahan dan pertumpahan darah di kalangan bangsa Arab.
Renovasi terbesar dilakukan pada tahun 692. Sebelum renovasi, Ka’bah terletak di ruang sempit terbuka di tengah sebuah mesjid yang kini dikenal dengan Masjidil Haram. Pada akhir tahun 700-an, tiang kayu mesjid diganti dengan marmer dan sayap-sayap mesjid diperluas, ditambah dengan beberapa menara. Renovasi dirasa perlu, menyusul semakin berkembangnya Islam dan semakin banyaknya jemaah haji dari seluruh jazirah Arab dan sekitarnya.
Wajah Masjidil Haram modern dimulai saat renovasi tahun 1570 pada kepemimpinan Sultan Selim. Arsitektur tahun inilah yang kemudian dipertahankan oleh kerajaan Arab Saudi hingga saat ini.
Pada penyatuan Arab Saudi tahun 1932, negara ini didaulat menjadi Pelindung Tempat Suci dan Raja Abdul Aziz adalah raja pertama yang menyandang gelar Penjaga Dua Mesjid Suci, Masjidil Haram dan Masjid Nabawi.
Pada pemerintahannya, Masjidil Haram diperluas hingga dapat memuat kapasitas 48.000 jemaah, sementara Masjid Nabawi diperluas hingga dapat memuat 17.000 jemaah.
Pada pemerintahan Raja Fahd tahun 1982, kapasitas Masjidil Haram diperluas hingga memuat satu juta jemaah. Renovasi ketiga selesai pada tahun 2005 dengan tambahan beberapa menara. Pada renovasi ketiga ini, sebanyak 500 tiang marmer didirikan, 18 gerbang tambahan juga dibuat. Selain itu, berbagai perangkat modern, seperti pendingin udara, eskalator dan sistem drainase juga ditambahkan.
Saat ini, pada masa kepemimpinan Raja Abdullah bin Abdul-Aziz, renovasi keempat tengah dilakukan hingga tahun 2020. Rencananya, Masjidil Haram akan diperluas hingga 35 persen, dengan kapasitas luar mesjid dapat menampung 800.000 hingga 1.120.000 jemaah. Jika rampung, bagian dalam Masjidil Haram akan dapat menampung hingga dua juta jemaah.
Banjir Ka’bah
Bencana alam yang mungkin sering terjadi di wilayah Mekkah adalah banjir. Terbesar tentu saja pada masa banjir bandang Nabi Nuh. Kala itu seluruh bangunan Ka’bah runtuh. Banjir juga terjadi beberapa kali di masa Nabi Muhammad. Sepeninggalnya, pada masa Khalifah Umar bin Khattab, banjir merusak dinding-dinding Ka’bah.
Salah satu banjir yang sempat terdokumentasikan adalah banjir besar pada tahun 1941. Dalam gambar yang dipublikasikan secara luas, terlihat bagian dalam Masjidil Haram terendam banjir hingga hampir setengah tinggi Ka’bah.
Di beberapa tempat bahkan mencapai leher orang dewasa. Banjir-banjir inilah yang kemudian membuat beberapa tiang mesjid yang terbuat dari kayu menjadi lapuk dan rapuh. Kerajaan Saudi terpaksa harus melakukan perbaikan beberapa kali untuk mengatasi hal ini.
Banjir sering terjadi di Mekkah karena letak geografis kota tersebut yang diapit beberapa bukit. Hal ini menjadikan Mekkah berada di dataran rendah yang letaknya seperti mangkuk. Air hujan tidak dapat dapat mudah diserap oleh tanah, mengingat lahan Timur Tengah yang tandus. Alhasil banjir bisa berlangsung selama beberapa lama. Ditambah lagi, sistem drainase kala itu tidak sebaik sekarang.
Selain banjir, berbagai insiden pertumpahan darah tercatat pernah mewarnai sejarah Masjidil Haram. Mulai dari zaman sebelum Nabi Muhammad lahir hingga ke zaman modern di abad ke 20. Beberapa insiden tersebut diakhiri dengan kemenangan para penguasa Ka’bah.
Serangan Gajah
Serangan terhadap Ka’bah yang paling terkenal terjadi pada tahun 571 Masehi, tahun kelahiran Nabi Muhammad. Kala itu, sebanyak 60.000 pasukan gajah yang dipimpin oleh Gubernur Yaman, Abrahah, berencana menyerbu Mekkah dan menghancurkan Ka’bah.
Negara Yaman adalah salah satu negara Kristen besar kala itu. Sebuah gereja besar yang indah didirikan pada pemerintahan Raja Yaman, Habshah. Gereja tersebut bernama Qullais. Abrahah sebagai pembina gereja bersumpah akan memalingkan pemujaan warga Arab dari Ka’bah di Mekkah ke gerejanya di Yaman.
Alkisah, mendengar hal ini, seorang Arab dari qabilah Bani Faqim bin Addiy tersinggung kemudian masuk ke dalam gereja dan membuang hajat di dalamnya. Abrahah marah luar biasa dan bersumpah akan meruntuhkan Ka’bah. Berangkatlah dia beserta tentara terkuatnya, menunggang 60.000 ekor gajah.
Tidak ada satupun kekuatan kabilah Arab Saudi yang mampu menandingi kekuatan puluhan ribu tentara gajah tersebut. Berdasarkan komando dari kakek Muhammad, Abdul Mutalib, para penduduk Mekkah mengungsi ke puncak-puncak bukit di sekeliling Ka’bah. Berangkatlah rombongan tentara Abrahah menuju Ka’bah, hendak menghancurkan bangunan mulia tersebut.
Menurut kisah, laju tentara gajah terhenti akibat serangan dari ribuan burung Ababil. Burung-burung ini membawa tiga butir batu panas di kedua kakinya dan paruhnya. Dilepaskannya batu-batu tersebut di atas tentara gajah. Batu yang konon berasal dari neraka itu menembus daging para tentara dan gajah-gajah mereka. Sebuah tafsir mengatakan burung-burung itu membawa penyakit cacar yang menyebabkan para tentara Abrahah tewas akibat bisul yang sangat panas.
Inilah sebabnya, tahun penyerangan tentara Abrahah ke Mekkah dinamakan sebagai Tahun Gajah. Kisah ini juga tertulis jelas di surat Al Fiil di kitab suci Al-Quran. “Dia mengirimkan kepada mereka burung yang berbondong-bondong, yang melempari mereka dengan batu dari tanah yang terbakar, lalu Dia menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan (ulat).” (Al Fiil: 3-4).
Bentrok dengan Iran
Di zaman modern, insiden paling sering adalah bentrok aparat keamanan Arab Saudi dengan para demonstran asal Iran. Kehadiran para demonstran merupakan perintah dari pemerintah Iran agar para jemaah haji Iran menyampaikan protes terhadap kerajaan Saudi.
Kerusuhan terparah terjadi pada 31 Juli 1987 yang menewaskan 401 orang. Di antaranya adalah 275 warga Iran, 85 warga Arab Saudi, dan 42 jemaah haji asal negara lain. Sebanyak 643 orang terluka, kebanyakan adalah jemaah haji Iran.
Perseteruan antara Arab Saudi dengan Iran sudah berlangsung relatif lama. Dimulai saat Muhammad bin Abdul Wahhab, ulama Salaf kenamaan Arab Saudi, memerintahkan penghancuran beberapa makam yang dikultuskan umat Islam di Hejaz, termasuk makam ulama Syiah Al-Baqi, pada tahun 1925.
Tindakan ini tidak ayal membuat marah pemerintahan dan rakyat Iran yang mayoritas Syiah.  Kemelut pun dimulai, Iran menyerukan penggulingan pemerintahan di Arab Saudi dan melarang seluruh warga Iran pergi haji pada tahun 1927.
Ketegangan bertambah parah setelah pada tahun 1943, pemerintah Arab Saudi memenggal kepala seorang jemaah haji Iran karena membawa kotoran manusia di pakaiannya ke dalam Masjidil Haram di Mekkah.
Iran protes keras dan melarang warganya pergi haji hingga tahun 1948.
Sejak saat itu, demonstrasi jemaah haji Iran terus dilakukan di Mekkah. Ini berkat imbauan Ayatullah Khomeini pada tahun 1971 yang memerintahkan setiap jemaah haji Iran untuk berhaji sambil menyampaikan pandangan politik mereka terhadap pemerintah Arab Saudi. Para jemaah Iran menyebut demonstrasi ini dengan nama “Menjaga Jarak dengan Para Musryikin.”
Pada tahun 1982, situasi kedua negara sempat tenang. Khomeini memerintahkan rakyatnya menjaga ketertiban dan perdamaian, tidak menyebarkan pamflet-pamflet propaganda, dan untuk tidak mengkritik pemerintahan Arab Saudi.
Sebagai balasannya, kerajaan Arab Saudi membebaskan jemaah haji Iran untuk kembali berhaji. Sebelumnya, Saudi membatasi jumlah jemaah haji asal Iran untuk menghindari konflik.
Ketegangan kembali terjadi pada Jumat, 31 Juli 1987. Para jemaah haji Iran melakukan pawai protes menentang para musuh Islam, yaitu Israel dan Amerika Serikat, di kota Mekkah. Ketika sampai di depan Masjidil Haram, mereka diblokir oleh aparat keamanan Arab Saudi, namun mereka tetap memaksa masuk.
Bentrokan berdarah kemudian terjadi yang mengakibatkan situasi kacau dengan beberapa orang terinjak-injak oleh massa yang panik.
Ada beberapa versi pemicu kematian ratusan orang pada insiden ini. Pemerintah Iran mengatakan, aparat keamanan Saudi melepaskan tembakan ke arah demonstran damai, sementara Arab Saudi mengatakan bahwa korban tewas akibat terjepit dan terinjak jemaah yang panik. Akibat hal ini, hubungan kedua negara kembali renggang dan pemerintah Arab Saudi kembali menerapkan pembatasan jemaah haji Iran.
Mahdi Palsu
Peristiwa berdarah lainnya terjadi pada 20 November 1979. Kala itu ratusan orang bersenjata menguasai Masjidil Haram dan menyandera puluhan ribu jemaah haji di dalamnya.
Penyanderaan dipimpin oleh Juhaimin Ibnu Muhammad Ibnu Saif al-Otaibi yang mengatakan saudara iparnya, Muhammad bin Abd Allah Al-Qahtani, adalah Imam Mahdi atau sang penyelamat akhir zaman.
Dilaporkan sebanyak 400-500 militan Otaibi, termasuk di dalamnya wanita dan anak-anak, mengeluarkan senjata yang mereka sembunyikan di balik baju dan merantai gerbang Masjidil Haram. Mereka memerintahkan para jemaah untuk tunduk kepada Mahdi palsu, Al-Qahtani. Penyanderaan berlangsung selama dua minggu, sebelum akhirnya para militan diberantas oleh pasukan bersenjata gabungan antara Arab Saudi dengan beberapa negara.
Pasukan Arab Saudi sempat dipukul mundur karena hebatnya persenjataan para militan. Seluruh warga Mekkah dievakuasi ke beberapa daerah.
Pasukan kerajaan siap melakukan gempuran mematikan. Namun, mereka harus meminta izin dari ulama besar Arab Saudi, Syaikh Abdul Aziz bin Baz, yang telah  melarang segala jenis kekerasan di Masjidil Haram. Akhirnya dia mengeluarkan fatwa penyerangan mematikan untuk mengambil alih Ka’bah.
Dilaporkan 255 jemaat haji dan militan Otaibi tewas dalam penyerangan tersebut, sebanyak 560 orang terluka. Dari sisi tentara Arab Saudi, sebanyak 127 tewas dan 451 terluka.
Berbagai cerita berbeda mengisahkan saat-saat penyerangan oleh tentara gabungan Arab Saudi, Pakistan dan Perancis.
Salah satu laporan mengatakan tentara membanjiri Masjidil Haram dengan air dan mengalirinya dengan listrik, menyetrum para militan. Laporan lainnya mengatakan para tentara menggunakan gas beracun. Pasukan Perancis dipanggil karena pasukan Arab Saudi tidak berdaya.
Tentara Perancis ini dikabarkan menjadi Muslim dahulu sebelum masuk Masjidil Haram. Langkah ini mereka lakukan lantaran Masjidil Haram hanya boleh dimasuki oleh umat Muslim. Allahu a’lam. (berbagai sumber)

Sabtu, 27 Juni 2015

Masjid Cordoba yang Telah Menjadi Gereja

Masjid Cordoba yang Telah Menjadi Gereja…

cordoba

Masjid Cordoba yang bersejarah kini diupayakan sepenuhnya berada dibawah kendali  Gereja Katolik Spanyol,  kini mesjid bersejarah itu menjadi sebuah Katedral , tempat ibadah kaum Kristen di sana.
” The Mezquita [ penyebutan Masjid Agung Córdoba ] adalah simbol global dari pertemuan budaya dan  dunia membutuhkan simbol seperti ini , ” ujar Antonio Manuel Rodríguez , seorang profesor hukum perdata di Universitas Córdoba , mengatakan kepada Times Irlandia sebelumnya pada bulan Februari .
The Great Mosque of Cordoba , atau Mezquita , dibangun antara tahun 784 dan 786 selama pemerintahan Khalifah Abd al- Rahman I.
Pernah menjadi tempat  sholat bagi Muslim selama lima abad , masjid ini ditahbiskan sebagai gereja sejak kekuasaan  Ferdinand III , raja Castile , yang mengambil wilayah Cordoba dengan pertumpahan darah dan pembantaian umat Muslim pada tahun 1236 .
Namun, walau saat ini telah menjadi tempat ibadah Nasrani ,  tempat ini masih dipanggil oleh rakyat  Spanyol dan wisatawan sebagai masjid , dan bukan sebagai katedral .
Keinginan pihak Katolik Spanyol  berupaya mengambil secara penuh otoritas bangunan Masjid Cordoba ini dari kepemilikan umum rakyat Spanyol sebagai  itikad pihak Gereja  untuk menghilangkan  identitas Islam pada bangunan monumen bersejarah tersebut.
Dalam sebuah konferensi baru-baru ini , Prof Rodríguez menuduh Uskup Agung Córdoba membahayakan simbolisme Islam  dengan mencoba mengambil alih sepenuhnya bangunan tersebut.
Selain itu, ia memperingatkan bahwa pusat bersejarah Córdoba akan  berisiko kehilangan statusnya sebagai Situs Warisan Dunia UNESCO jika misi ” Kristenisasi ” atas Mezquita dilanjutkan .
Sebagai sisa peninggalan kekuasaan Islam di Spanyol  , umat Islam Spanyol menyatakan kemarahan atas inisiatif  Gereja Katolik tersebut.
” Ini adalah peninggalan sejarah milik semua orang Spanyol dan bukan hanya untuk  orang orang Katolik, ” ujar Isabel Romero , direktur organisasi Islam , yang mewakili umat Islam di Spanyol , kepada Irish Times. (OI.net/KH)

Gereja-Gereja di Dunia yang Berubah Menjadi Masjid

 Gereja-Gereja di Dunia yang Berubah Menjadi Masjid


Gereja sejatinya merupakan tempat ibadah umat Kristen, sementara Masjid merupakan tempat ibadah umat Islam. Keduanya sama sama tempat untuk melakukan ibadah ketuhan namun cara yang digunakan untuk beribadah berbeda.
Di Inggris dan beberapa wilayah di Eropa dan Amerika, masjid-masjid yang telah berdiri memang tidak semuanya dibangun dari nol atau dari tanah kosong, tetapi dibangun dari tempat ibadah agama lain. Karena kedatangan warga muslim, maka diubahlah tempat ibadah itu menjadi masjid. Seiring dengan banyaknya orang Islam keturunan ataupun pendatang dan juga bertambahnya populasi umat Islam di daerah tersebut, Sehingga sejumlah gereja yang ditinggal oleh ummat kristiani dialihfungsikan menjadi Masjid. Berikut adalah bangunan yang dulunya adalah gereja di sejumlah kota di Inggris yang saat ini telah berubah menjadi Masjid.



1. Gereja Katolik di Inggris terjual pada komunitas muslim
Sebuah gereja Katolik di wilayah Stoke-on-Trent, Kota Cobridge, Inggris, dijual setelah mengalami penurunan umat datang ke tempat itu. Pembelinya adalah komunitas muslim.
Surat kabar the Daily Mail melaporkan, Senin (21/10), Gereja Santo Petrus telah ditutup setelah laku. Identitas pembelinya yakni komunitas muslim belum dapat diungkapkan.
Gereja ini masuk dalam Keuskupan Agung Birmingham. Lebih dari 200 gereja paroki terdaftar. Setiap keputusan soal gereja termasuk penjualan selalu dikonsultasikan dengan pimpinan tertinggi gereja.
Paroki Cobridge memiliki sejarah panjang, namun dalam dua tahun terakhir jumlah umat Katolik menyusut hingga mereka yang menghadiri misa hanya tinggal segelintir orang. Bahkan mereka tidak mampu lagi membangun gereja itu dengan lebih baik.
Gereja itu segera dijual terbuka. Sejumlah penawaran telah diterima, tetapi pengurus gereja mengatakan komunitas muslim lokal di wilayah itu membuat penawaran terbaik. Setelah berkonsultasi dengan paroki lainnya, akhirnya gereja itu resmi terjual pada mereka.



2. Masjid Jamme, dari gereja beralih jadi pusat Islam di London

Mosque1 300x180 Ketika Gereja Gereja Di Inggris Berubah Menjadi Masjid Megah
Sumber: http://www.islampos.com/ketika-gereja-geraja-di-inggris-berubah-menjadi-masjid-megah-13435/


Tempat ibadah ini juga dikenal dengan sebutan masjid Brick Lane, karena posisinya di Brick Lane 52. Bangunan berdinding bata merah itu, merupakan masjid terbesar di London, yang mampu menampung 4000 jama’ah. Walau demikian luas, masjid ini belum bisa menampung seluruh anggota jama’ah shalat Jumat, hingga sering kali jama’ah meluber ke jalan raya. Mayoritas anggota jama’ah merupakan keturunan Banglades, hingga wilayah tersebut disebut Banglatow.

Masjid ini memiliki sejarah yang sangat unik dan panjang. Awalnya, Masjid Jamme ini bukan difungsikan sebagai tempat ibadah umat Islam. Berdiri tahun 1743, bangunan ini merupakan sebuah bagi komunitas Hugenot atau para pemeluk gereja Protestan yang lari dari Perancis untuk menghindari kekejaman penganut Katolik. Di tahun 1809, bangunan ini digunakan masyarakat London untuk mempromosikan Kristen kepada para pemeluk Yahudi, dengan cara mengajarkan Kristen dengan akar ajaran Yahudi atau menjadi sebuah chapel bagi kaum Metodis. Tapi, program ini juga gagal. Komunitas Metodis cukup lama “memegang” gereja ini. Walau demikian, pada tahun 1897, tempat ini diambil oleh komunitas Ortodok Independen dan berbagi dengan Federasi Sinagog yang menempati lantai dua.

Tapi tahun 1960-an komunitas Yahudi menyusut, karena mereka pindah ke wilayah utara London, seperti Golders Green dan Hendon, sehingga bangunan ditutup sementara, dan hal itu berlanjut hingga tahun 1976. Karena jama’ah Gereja ini terus menurun, maka gereja ini dijual. Pada tahun 1976, barulah bangunan tua ini difungsikan sebagai Masjid Jamme London. Masjid ini menyimpan banyak cerita bagi muslim Inggris yang dibawa oleh imigran asal Bangladesh.

Masjid Jamme merupakan kombinasi dari teknologi modern abad 21 dan juga tradisi yang berabad-abad lamanya. Masjid ini sangat terkenal di sepanjang daratan Eropa dan merupakan pusat kegiatan umat muslim di London. Ambisi dari Masjid Jamme adalah untuk menyebarkan Islam dan melayani komunitas muslim dengan baik serta untuk menghadirkan atau mengenalkan Islam ke masyarakat luas. Di sana terdapat banyak sekali literatur Islam yang bisa ditemukan.

Selain sebagai tempat beribadah, Masjid Jamme juga ikut menyokong pendidikan anak muslim di London. Mereka mempunyai Mosque’s Mother Tongue School dan juga madrasah.
Masjid ini dilengkapi oleh empat kelas belajar yang biasanya digunakan oleh para guru di sana untuk mengajarkan baca Alquran dan juga kajian Islam.


3. Museum Hagia Sophia di Turki jadi masjid



Masjid-Masjid di Dunia Yang Dulunya Adalah Gereja


                                       Sumber: Hagia Sophia foto: istanbulvisions.com

Di tengah masih berlangsungnya demonstrasi besar-besaran, pemerintah Turki berencana mengubah museum Hagia Sophia menjadi masjid.
Sebuah komisi di parlemen Turki Februari lalu tengah menggodok pengajuan permintaan warga untuk mengubah Hagia Sophia di Kota Istanbul itu menjadi sebuah masjid.
Hagia Sophia dalam bahasa Yunani berarti Kebijaksanaan Suci. Dulunya selama ribuan tahun museum itu adalah katedral agung bagi umat Kristen.
Gereja itu dibangun pada abad ke-6 di masa Kekaisaran Bizantium dan menjadi Gereja Ortodok Konstantinopel hingga Kekaisaran Ottoman pada 1453. Gereja itu kemudian diubah fungsinya menjadi masjid. Ketika kekaisaran Ottoman jatuh pada Perang Dunia Pertama, pemimpin sekuler Turki Kemal Ataturk mengubah masjid itu menjadi museum.
Namun kini di masa pemerintahan Perdana Menteri Recep Tayyip Erdogan Turki berencana mengubah museum itu menjadi masjid.
Menanggapi rencana itu pemimpin gereja Ortodok Bartholomew I dari Konstantinopel menyatakan ketidaksetujuannya.

4. Gereja gothik di Inggris berubah jadi masjid
Di Distrik Didsbury, Kota Manchester, Inggris, berdiri sebuah bangunan gereja berarsitektur Gothik modern. Anehnya gereja ini tidak memiliki salib di puncak menaranya. Memang seharusnya demikian, karena sekarang bangunan gereja ini adalah sebuah masjid.
Salah satu penyebab dari gereja ini menjadi masjid lantaran jumlah jemaat gereja semakin sedikit. Sedangkan jumlah komunitas muslim semakin bertambah.
Warga muslim di Kota Manchester membeli bangunan gereja ini dan mengubahnya menjadi sebuah masjid. Patung dan ornamen gereja lainnya dipindahkan.
Karpet berwarna hijau dipasang di aula utama, mihrab, dan mimbar dipasang di bagian sayap bangunan sesuai dengan arah kiblat, dan ruangan untuk wudlu dan kantor dibangun di beberapa bekas ruangan keuskupan.
Beberapa ruangan lainnya juga dijadikan madrasah di kompleks bangunan bekas gereja yang sekarang bernama Didsbury Mosque ini.

5. Terbengkalai, gereja tua di Inggris berubah jadi masjid
Sebuah bangunan gereja di Kota Clitheroe, Wilayah Lancashire, Inggris beralih fungsi menjadi masjid. Alasan utamanya karena gereja itu sudah lama tidak terpakai, sementara banyak warga muslim di daerah itu membutuhkan sebuah masjid untuk beribadah.
Bangunan itu dahulu bernama Gereja Bukit Sion, sebuah bangunan paling terkenal di Clitheroe, kala itu. Bahkan sempat menjadi lukisan adikarya dari seniman kenamaan, Laurence Stephen Lowry. Judul gambarnya adalah ‘A Street in Clitheroe’ atau ‘Jalan di Clitheroe’.
Namun, entah kenapa gereja ini ditutup selama 14 tahun. Beberapa kali gereja ini berubah fungsi menjadi sebuah toko amunisi, pabrik kotak logam, dan garmen. Sejak itulah, warga muslim kemudian mengajukan gereja itu agar berubah fungsi sebagai sebuah masjid sejak 2006.
Meski saat itu sempat ditentang banyak pihak, terutama dari anggota partai sayap kanan, Partai Nasional Inggris, yang terkenal rasis, namun pengajuan warga muslim tersebut akhirnya disetujui.
Dukungan juga datang dari Anggota Dewan Kota Clitheroe, Jim Shervey. Dia mengatakan warga muslim berhak beribadah di mana pun. Alhasil, pertentangan sudah berhasil diselesaikan.
Kini tujuh tahun telah berlalu. Proses konversi gedung tersebut sudah menginjak tahap akhir. Tinggal dipasang pemanas, lampu, dekorasi dalam, pintu dan jendela. Dana pun masih dikumpulkan.

 6. Masjid Sentral Wembley
   Mosque6 300x225 Ketika Gereja Gereja Di Inggris Berubah Menjadi Masjid Megah       
Sumber: http://www.islampos.com/ketika-gereja-geraja-di-inggris-berubah-menjadi-masjid-megah-13435/
 
 
Masjid ini terletak di jantung kota Wembley, dekat dengan Wembley Park Station. Daerah ini memiliki komunitas Muslim besar dan banyak toko Muslim yang berada di sekitarnya. Gedung masjid ini sebelumnya juga merupakan bekas gereja. Walau sudah terpasang kubah di puncak menaranya, tapi kekhasan bangunan gereja masih nampak jelas.
Dengan demikian, siapa saja yang melihatnya, akan mengetahui bahwa bangunan itu dulunya adalah gereja. Selian masjid-masjid di atas, sebuah gereja bersejarah di Southend juga sudah dibeli oleh Masjid Jami’ Essex dengan harga 850 ribu pound sterling. Gereja dijual, karena jama’ah berkurang, sehingga kegiatan peribadatan dipusatkan di Bournemouth Park Road. Konseskwensinya, gereja ini sudah tidak beroprasi sejak tahun 2006 lalu.

Rencananya gereja akan dijadikan apartemen, tapi gagasan itu ditolak oleh Dewan Southend. Akhirnya, gereja kosong itu dibeli oleh komunitas Muslim yang tinggal di kota itu, yang juga sedang membutuhkan tempat untuk melaksanakan ibadah.

Saat itu jumlah komunitas ini mencapai 250 orang, “gereja bekas” itu merupakan tempat yang sesuai, karena mampu menampung 300 jama’ah. Tidak banyak dilakukan perubahan pada bentuk bangunan yang telah berumur 100 tahun lebih itu, hanya perlu menambah tempat untuk berwudhu dan sebuah menara.

7. Masjid Zakariyya, Bolton

 Sumber: http://www.islampos.com/ketika-gereja-geraja-di-inggris-berubah-menjadi-masjid-megah-13435/
Di Peace Street 20 Bolton, berdiri sebuah gedung besar berkubah yang amat berwibawa, yang lengkap dengan menara. Tempat itu ramai dikunjungi warga Bolton, terutama yang memeluk Islam, bahkan tiap pekannya, ribuan umat Islam hadir di tempat ini, guna melaksanakan shalat Jumat. Gedung itu tidak lain adalah Masjid Zakariyya.
Sejarah berdirinya masjid itu, bukanlah kisah yang singkat. Kala itu antara tahun 1965 hingga 1967 umat Islam Bolton dan Balckburn belum memiliki tempat permanen untuk melaksanakan shalat.
Untuk melakukan shalat Jumat saja, mereka melaksanakannya di The Aspinal, sebuah diskotik dan tempat dansa yang digunakan di malam hari, sedang siangnya di hari Jumat tempat itu dibersihkan para relawan guna dijadikan sebagai tempat melaksanakan shalat Jumat.
Karena jumlah jama’ah semakin bertambah, maka diperlukan tempat besar yang permanen. Dan dimulailah pencarian bangunan yang bisa digunakan sebagai masjid sekaligus islamic center.
Pada tahun 1967, ada penawaran pembelian gedung bekas gereja komunitas Metodis, yang terpaksa dijual karena terbakar. Dengan dana sebesar 2750 pound sterling dari komunitas Muslim lokal, akhirnya bangunan itu menjadi milik umat Islam. Bangunan itulah yang kini disebut Masjid Zakariyya itu.
Tidak hanya Masjid Zakariyya, beberapa masjid Inggris pun memiliki kisah yang hampir sama dengan kisah masjid kebanggan Muslim Bolton itu, yakni sama-sama berasal dari gereja yang dijual, baik karena kehilangan pengikut, atau karena sebab lainnya.



8. Masjid Didsbury, Manchester
Sumber: http://www.islampos.com/ketika-gereja-geraja-di-inggris-berubah-menjadi-masjid-megah-13435/
 
Masjid ini terletak di Burton Road, Didsbury Barat, Manchester. Gedung yang digunakan sebelumnya merupakan bekas gereja komunitas Metodis, yang bernama Albert Park. Gedung ini tergolong bangunan kuno, karena telah beroprasi sejak tahun 1883.
Akan tetapi, pada tahun 1962 gereja ditutup, dan beralih menjadi masjid dan islamic center. Masjid ini, kini mampu menampung 100 jama’ah, dan yang bertanggung jawab sebagai imam dan khatib hingga kini adalah Syeikh Salim As Syaikhi.




9. Masjid New Peckham
[new-peckham-mosque]
[new-peckham-mosque]
 
Didirikan oleh Syeikh Nadzim Al Kibrisi. Terletak di dekat Burgess Park, tepatnya di London Selatan SE5. Kini masjid ini berada di bawah pengawasan Imam Muharrim Atlig dan Imam Hasan Bashri. Sebelumnya, gedung masjid ini merupakan bekas gereja St Marks Cathedral.

10. Masjid Brent

 
Mosque4 224x300 Ketika Gereja Gereja Di Inggris Berubah Menjadi Masjid Megah
Sumber: http://www.islampos.com/ketika-gereja-geraja-di-inggris-berubah-menjadi-masjid-megah-13435/
 
Terletak di Chichele Road, London NW2, dengan kapasitas 450 orang, dan dipimpin oleh Syeikh Muhammad Sadeez. Awalnya, bangunan itu merupakan gereja. Hingga kini ciri bentuknya tidak banyak berubah. Hanya ditambah kubah kecil berwarna hijau di beberapa bagian bangunan dan puncak menara.

11. Masjid Jami, Essex
Sumber: http://www.islampos.com/ketika-gereja-geraja-di-inggris-berubah-menjadi-masjid-megah-13435/  
Selain masjid-masjid di atas, sebuah gereja bersejarah di Southend juga sudah dibeli oleh Masjid Jami’ Essex dengan harga 850 ribu pound sterling. Gereja dijual, karena jama’ah berkurang, sehingga kegiatan peribadatan dipusatkan di Bournemouth Park Road. Konseskuensinya, gereja ini sudah tidak beroperasi sejak tahun 2006 lalu. Rancananya gereja akan dijadikan apartemen, tapi gagasan itu ditolak oleh Dewan Southend. Akhirnya, gereja kosong itu dibeli oleh komunitas Muslim yang tinggal di kota itu, yang juga sedang membutuhkan tempat untuk melaksanakan ibadah.
Saat itu jumlah komunitas ini mencapai 250 orang, “gereja bekas” itu merupakan tempat yang sesuai, karena mampu menampung 300 jamaah. Tidak banyak dilakukan perubahan pada bentuk bangunan yang telah berumur 100 tahun lebih itu, hanya perlu menambah tempat untuk berwudhu dan sebuah menara.
Sumber:
  1. http://www.aktualpost.com/2013/11/17/5456/5-gereja-di-dunia-yang-berubah-menjadi-masjid/ didownload tanggal 16 November 2013, jam 07.45.
  2. http://www.islampos.com/ketika-gereja-geraja-di-inggris-berubah-menjadi-masjid-megah-13435/ didownload tanggal 16 November 2013, jam 08.35. 

Ketika Gereja-Gereja Di Inggris Berubah Menjadi Masjid Megah

Ketika Gereja-Gereja Di Inggris Berubah Menjadi Masjid Megah

Di Inggris, masjid-masjid yang telah berdiri memang tidak semuanya dibangun dari nol atau dari tanah kosong, tetapi dibangun dari tempat ibadah agama lain. Karena kedatangan warga muslim, maka diubahlah tempat ibadah itu menjadi masjid.
Seperti kebanyakan negara barat lainnya, seiring dengan banyaknya orang Islam keturunan ataupun pendatang dan juga bertambahnya populasi umat Islam di daerah tersebut, Sehingga sejumlah gereja yang ditinggal oleh ummat kristiani dialihfungsikan menjadi Masjid. Berikut adalah bangunan yang dulunya adalah gereja di sejumlah kota di Inggris yang saat ini telah berubah menjadi Masjid.

Brick Lane Mosque, London

Tempat ibadah ini juga dikenal dengan sebutan masjid Brick Lane, karena posisinya di Brick Lane 52. Bangunan berdinding bata merah itu, merupakan masjid terbesar di London, yang mampu menampung 4000 jama’ah. Walau demikian luas, masjid ini belum bisa menampung seluruh anggota jama’ah shalat Jumat, hingga sering kali jama’ah meluber ke jalan raya. Mayoritas anggota jama’ah merupakan keturunan Banglades, hingga wilayah tersebut disebut Banglatow.
Masjid ini memiliki sejarah yang sangat unik dan panjang. Awalnya, bangunan yang didirikan sejak tahun 1743 ini adalah gereja Protestan. Dibangun oleh komunitas Huguenot, atau para pemeluk Protestan yang lari dari Prancis untuk menghindari kekejaman penganut Katolik. Akan tetapi, karena jama’ahnya menurun, maka gereja ini dijual.
Di tahun 1809, bangunan ini digunakan masyarakat London untuk mempromosikan Kristen kepada para pemeluk Yahudi, dengan cara mengajarkan Kristen dengan akar ajaran Yahudi. Tapi, program ini juga gagal. Dan bangunan diambil oleh komunitas Metodis pada tahun 1819.
Komunitas Metodis cukup lama “memegang” gereja ini. Walau demikian, pada tahun 1897, tempat ini diambil oleh komunitas Ortodok Independen dan berbagi dengan Federasi Sinagog yang menempati lantai dua.
Tapi tahun 1960-an komunitas Yahudi menyusut, karena mereka pindah ke wilayah utara London, seperti Golders Green dan Hendon, sehingga bangunan ditutup sementara, dan hal itu berlanjut hingga tahun 1976. Setelah itu gedung itu dibuka kembali, dengan nama barunya, Masjid Jami’ London.

Masjid Zakariyya, Bolton

Di Peace Street 20 Bolton, berdiri sebuah gedung besar berkubah yang amat berwibawa, yang lengkap dengan menara. Tempat itu ramai dikunjungi warga Bolton, terutama yang memeluk Islam, bahkan tiap pekannya, ribuan umat Islam hadir di tempat ini, guna melaksanakan shalat Jumat. Gedung itu tidak lain adalah Masjid Zakariyya.
Sejarah berdirinya masjid itu, bukanlah kisah yang singkat. Kala itu antara tahun 1965 hingga 1967 umat Islam Bolton dan Balckburn belum memiliki tempat permanen untuk melaksanakan shalat.
Untuk melakukan shalat Jumat saja, mereka melaksanakannya di The Aspinal, sebuah diskotik dan tempat dansa yang digunakan di malam hari, sedang siangnya di hari Jumat tempat itu dibersihkan para relawan guna dijadikan sebagai tempat melaksanakan shalat Jumat.
Karena jumlah jama’ah semakin bertambah, maka diperlukan tempat besar yang permanen. Dan dimulailah pencarian bangunan yang bisa digunakan sebagai masjid sekaligus islamic center.
Pada tahun 1967, ada penawaran pembelian gedung bekas gereja komunitas Metodis, yang terpaksa dijual karena terbakar. Dengan dana sebesar 2750 pound sterling dari komunitas Muslim lokal, akhirnya bangunan itu menjadi milik umat Islam. Bangunan itulah yang kini disebut Masjid Zakariyya itu.

Tidak hanya Masjid Zakariyya, beberapa masjid Inggris pun memiliki kisah yang hampir sama dengan kisah masjid kebanggan Muslim Bolton itu, yakni sama-sama berasal dari gereja yang dijual, baik karena kehilangan pengikut, atau karena sebab lainnya.

Masjid Didsbury, Manchester

Masjid ini terletak di Burton Road, Didsbury Barat, Manchester. Gedung yang digunakan sebelumnya merupakan bekas gereja komunitas Metodis, yang bernama Albert Park. Gedung ini tergolong bangunan kuno, karena telah beroprasi sejak tahun 1883.
Akan tetapi, pada tahun 1962 gereja ditutup, dan beralih menjadi masjid dan islamic center. Masjid ini, kini mampu menampung 100 jama’ah, dan yang bertanggung jawab sebagai imam dan khatib hingga kini adalah Syeikh Salim As Syaikhi.
Brent of Mosque, London

Terletak di Chichele Road, London NW2, dengan kapasitas 450 orang, dan dipimpin oleh Syeikh Muhammad Sadeez. Awalnya, bangunan itu merupakan gereja. Hingga kini ciri bentuknya tidak banyak berubah. Hanya ditambah kubah kecil berwarna hijau di beberapa bagian bangunan dan puncak menara.

Masjid New Peckham, London

Didirikan oleh Syeikh Nadzim Al Kibrisi. Terletak di dekat Burgess Park, tepatnya di London Selatan SE5. Kini masjid ini berada di bawah pengawasan Imam Muharrim Atlig dan Imam Hasan Bashri. Sebelumnya, gedung masjid ini merupakan bekas gereja St Marks Cathedral.

Masjid Sentral Wembley

Masjid ini terletak di jantung kota Wembley, dekat dengan Wembley Park Station. Daerah ini memiliki komunitas Muslim besar dan banyak toko Muslim yang berada di sekitarnya. Gedung masjid ini sebelumnya juga merupakan bekas gereja. Walau sudah terpasang kubah di puncak menaranya, tapi kekhasan bangunan gereja masih nampak jelas. Dengan demikian, siapa saja yang melihatnya, akan mengetahui bahwa bangunan itu dulunya adalah gereja.

Masjid Jami, Essex

Selain masjid-masjid di atas, sebuah gereja bersejarah di Southend juga sudah dibeli oleh Masjid Jami’ Essex dengan harga 850 ribu pound sterling. Gereja dijual, karena jama’ah berkurang, sehingga kegiatan peribadatan dipusatkan di Bournemouth Park Road. Konseskuensinya, gereja ini sudah tidak beroperasi sejak tahun 2006 lalu. Rancananya gereja akan dijadikan apartemen, tapi gagasan itu ditolak oleh Dewan Southend. Akhirnya, gereja kosong itu dibeli oleh komunitas Muslim yang tinggal di kota itu, yang juga sedang membutuhkan tempat untuk melaksanakan ibadah.
Saat itu jumlah komunitas ini mencapai 250 orang, “gereja bekas” itu merupakan tempat yang sesuai, karena mampu menampung 300 jamaah. Tidak banyak dilakukan perubahan pada bentuk bangunan yang telah berumur 100 tahun lebih itu, hanya perlu menambah tempat untuk berwudhu dan sebuah menara. [nr/islampos/berbagaisumber/hidayatullah]

Gereja Berumur 127 Tahun Berubah Fungsi Menjadi Masjid

Gereja Berumur 127 Tahun Berubah Fungsi Menjadi Masjid

Masjid (ilustrasi).  (viva.co.id)
Masjid (ilustrasi). (viva.co.id)
dakwatuna.com – Minnesota. Gereja St. John di Minnesota telah ditutup pada 2013 karena jumlah jemaahnya berkurang. Tahun ini, bertepatan dengan Ramadan, gereja berumur 127 tahun itu kembali dibuka sebagai masjid dan pusat kebudayaan Islam bernama Darul Ulum Islamic Center.
“Ada banyak warga Afrika Timur di daerah ini dan rata-rata muslim. Jadi kami ingin memberikan mereka tempat untuk beribadah, pendidikan, dan ruang komunitas,” kata juru bicara gereja, Feisal M. Elmi, seperti dilaporkan Christian Post, Ahad, 30 Juni 2014.
Menurut catatan, gereja ini memang mengalami penurunan jemaah. Awalnya, Gereja St. John memiliki 1.400 anggota. Kini jumlahnya telah berkurang menjadi 152 kepala keluarga atau 400 anggota saja.
Islam memang tengah berkembang dengan pesat di negara adidaya itu. April lalu, gereja Katolik di Syracuse, New York, juga menerima rekonstruksi pengubahan bangunan itu menjadi masjid. Tentu saja keputusan ini sudah diberi izin oleh Dewan Perlindungan Sejarah Syracuse, sebab gereja itu didirikan berabad-abad lalu oleh imigran Jerman.
Relawan dari North Side Learning Center, sebuah organisasi kaum muslim, Yusuf Soule, mengatakan organisasinya berniat mengubah gereja yang “sudah tidak terpakai”  untuk menjadi tempat ibadah umat Islam di sana. Soule juga mengatakan sudah meminta izin untuk mencopot salib di dalam gereja.  “Karena gereja itu akan jadi masjid, salib bukanlah simbol yang tepat untuk melambangkan agama Islam,” katanya.  (tempo/sbb/dakwatuna)

Dari gereja jadi masjid, dari masjid jadi gereja

Dari gereja jadi masjid, dari masjid jadi gereja

26 Jun 2015 Sumber 


Dari gereja jadi masjid, dari masjid jadi gereja
Museum Hagia Sophia di Turki. ©turkeytravelresource.com

Merdeka.com - Banyak bangunan bersejarah yang kini berubah fungsinya. Ada yang dulunya masjid, kini berubah menjadi gereja. Demikian juga sebaliknya, banyak gereja yang berubah menjadi masjid.

Misalnya, saat Islam menguasai Spanyol ribuan tahun yang lalu, Sebuah masjid fenomenal dibangun di sana, masjid Cordoba. Namun saat ini masjid bersejarah tersebut berubah fungsinya menjadi katedral.

Pada 15 Desember 1994, Masjid Besar Kordoba, Spanyol ini ditetapkan oleh UNESCO sebagai salah satu tempat peninggalan bersejarah di dunia. Gedung masjid ini juga pernah diubah fungsi menjadi gereja, sekarang keseluruhan bangunan ini diubah fungsi menjadi gedung katedral diosese Cordoba di Spanyol.

Pada zaman khalifah Umayyah, sebuah kota di Spanyol, Sevilla pernah dijadikan pusat dari raja-raja kekhalifahan Umayyah dan merupakan salah satu kota terindah di jantung Spanyol. Sebagai Situs Warisan Dunia UNESCO, kota ini memiliki arsitektur yang masih kental dengan nafas Islam. Anda bisa mengunjungi Katedral Giralda, yang dulu pernah dikenal sebagai Masjid Agung.

Mana saja bangunan-bangunan megah di dunia yang dulunya adalah masjid lalu berubah menjadi gereja, dan juga sebaliknya? Berikut penelusuran merdeka.com, Kamis (11/7):

Gereja di Amerika Berubah Menjadi Masjid

   Gereja di Amerika Berubah Menjadi Masjid

26 Jun 2015
Gereja di Amerika Berubah Menjadi Masjid
Ilustrasi masjid. REUTERS/Amr Abdallah Dalsh

TEMPO.CO, Minnesota - Gereja St. John di Minnesota telah ditutup pada 2013 karena jumlah jemaahnya berkurang. Tahun ini, bertepatan dengan Ramadan, gereja berumur 127 tahun itu kembali dibuka sebagai masjid dan pusat kebudayaan Islam bernama Darul Ulum Islamic Center.

"Ada banyak warga Afrika Timur di daerah ini dan rata-rata muslim. Jadi kami ingin memberikan mereka tempat untuk beribadah, pendidikan, dan ruang komunitas," kata juru bicara gereja, Feisal M. Elmi, seperti dilaporkan Christian Post, Ahad, 30 Juni 2014.

Menurut catatan, gereja ini memang mengalami penurunan jemaah. Awalnya, Gereja St. John memiliki 1.400 anggota. Kini jumlahnya telah berkurang menjadi 152 kepala keluarga atau 400 anggota saja. (Baca: Masjid Tua Semarang Bikin Buka Puasa Gratis)

Islam memang tengah berkembang dengan pesat di negara adidaya itu. April lalu, gereja Katolik di Syracuse, New York, juga menerima rekonstruksi pengubahan bangunan itu menjadi masjid. Tentu saja keputusan ini sudah diberi izin oleh Dewan Perlindungan Sejarah Syracuse, sebab gereja itu didirikan berabad-abad lalu oleh imigran Jerman. (Baca: Cara Obama Hormati Muslim Amerika)

Relawan dari North Side Learning Center, sebuah organisasi kaum muslim, Yusuf Soule, mengatakan organisasinya berniat mengubah gereja yang "sudah tidak terpakai"  untuk menjadi tempat ibadah umat Islam di sana. Soule juga mengatakan sudah meminta izin untuk mencopot salib di dalam gereja.  "Karena gereja itu akan jadi masjid, salib bukanlah simbol yang tepat untuk melambangkan agama Islam," katanya. (Baca: Masjidil Haram Terjemahkan Al-Quran ke 72 Bahasa)

Kisah Gereja-gereja Amerika yang Berubah Jadi Masjid

Kisah Gereja-gereja Amerika yang Berubah Jadi Masjid

Pasca teror 11 September 2001, pertumbuhan masjid di Amerika melonjak hingga 80 persen.

LANGKAH komunitas muslim Indonesia membeli gereja First Church di Georgia Av, Silver Spring, Maryland  dan mengubahnya  menjadi masjid,  sebenarnya bukan hal baru di Amerika.  Sebelumnya komunitas muslim  negara-negara Afrika  Timur juga melakukan hal yang sama. Mereka membeli sebuah gereja  tua  St. John di negara bagian Minnesota untuk kemudian dirubah menjadi masjid. Gereja itu dijual  dengan alasan yang sama, karena ditelantarkan jemaahnya.
Geraja  St. John Minnesota  resmi ditutup pada Juli 2013 karena dianggap tidak lagi memiliki jumlah jemaah yang memadai.  Menurut George Welzbacher, 86 tahun,  pengurus sekaligus pendeta di gereja itu, awalnya   St. John memiliki jemaat hingga 1.400 keluarga. Tapi dalam beberapa tahun belakangan jumlah itu berkurang hingga 152 keluarga. Akibatnya sumbangan operasional gereja juga berkurang.
Berbagai upaya telah dilakukan Keuskupan Agung Minnesota untuk mempertahankan gereja itu, termasuk memerintahkan  Gereja St Pascal Baylon yang tidak jauh dari lokasi itu, untuk mengambilalih St.John. Tapi operasional pengelolaan St. John tetap tidak teratasi sehingga gereja itu sempat berhutang hingga  $900 ribu kepada pihak ketiga.
Situasi ini yang memaksa pihak gereja menjual bangunan tersebut.  Tidak dijelaskan berapa harga jual bangunan tua itu. Namun pihak gereja memastikan kalau hasil penjualan itu lebih dari cukup untuk membayar semua utang-utang serta membayar gaji pekerja dan pendeta yang belum dibayar.
Gereja St. John merupakan  bangunan tua bersejarah yang telah berusia  127 tahun. Luas bangunannya mencapai  1800 m², lengkap dengan ruangan belajar dan kamar para staf. Ketika  jemaatnya masih banyak, gereja itu juga membuka kelas untuk sekolah dengan memanfaatkan gedung belakang yang cukup besar.  Setelah jemaatnya menyusut,  semua ruangan itu tidka lagi terurus sehingga kotor dan berantakan.
Kaum muslim Afrika Timur membeli bangunan itu tidak hanya dijadikan sebagai masjid, tapi juga sebagai pusat kebudayaan Islam yang diberinama  Darul Ulum Islamic Center. Sejak beroperasi Juli 2014 lalu, Darul Ulum Islamic Center kini menjadi pusat kebudayaan Islam terbesar di negara bagian Minnesota.
Mirip dengan pembelian Gereja St John Minnesota,  komunitas muslim New York yang bergabung dalam  The Northside Learning Center pada akhir 2013 juga membeli  sebuah gereja khatolik Holy Trinity di  Syracuse, New York untuk dijadikan sebagai masjid. Masjid itu kemudian diberi nama Masjid Isa Ibn Maryam atau dalam bahasa Inggris disebut  Mosque of Jesus the Son of Mary.
Kisah pembelian gereja bersejarah itu juga diawali kekecewaan pihak gereja karena menyusutnya jumlah jemaatnya. Penyusutan itu ada yang disebabkan karena banyaknya warga  yang  berpindah ke pinggiran kota,  tapi ada juga karena beralihnya kepercayaan para jemaat ke agama lain. Belakangan terungkap kalau sebagian besar dari jemaat gereja itu banyak yang memilih menjadi ateis alias tidak punya agama atau tidak percaya lagi dengan tuhan.
Karena ditinggal para jemaatnya, praktis sejak 2012 tidak ada lagi aktivitas keagamaan di gereja itu.  Akibatnya bangunan bersejarah itu menjadi terlantar. Sejumlah atapnya bocor dan nyaris semua ruangan tidak terurus dengan baik.  The Northside Learning Center – sebuah organisasi non profit  yang banyak membantu  para imigran – kemudian menyewa bangunan itu untuk dijadikan sebagai pusat kegiatan sosial.
The Northside Learning Center adalah sebuah organisasi yang didirikan warga muslim Amerika untuk membantu para imigran di wilayah Syracuse. Mereka tidak hanya memberi pelatihan bahasa Inggris kepada para imigran, tapi juga mencarikan sumbangan untuk membantu para imigran dalam berasimilasi dengan masyarakat Amerika lainnya.
Dalam lima tahun terakhir, wilayah Syracuse memang cukup banyak menampung para imigran yang datang dari sejumlah negara konflik.  Yang menarik, sebanyak 75 persen dari imigran di wilayah itu adalah muslim. Mereka berasal dari  Irak, Iran, Syria, Somalia, Bosnia, Albania, Nigeria dan lainnya.
Pada akhir tahun 2013,  The Northside Learning Center akhirnya resmi membeli  gereja itu untuk kemudian dijadikan sebagai masjid dan pusat kebudayaan Islam di wilayah  Syracuse.  Pembelian telah  mendapat izin dari Dewan Perlindungan Sejarah Syracuse. Pimpinan The Northside Learning Center juga mengaku sudah mendapatkan izin  untuk mencopot simbol-simbol Kristen yang ada di dalam gereja itu.
"Karena gereja itu akan jadi masjid, salib bukanlah simbol yang tepat untuk melambangkan agama Islam," katanya. Masjid Isa Ibn Maryam resmi menjalankan aktivitas ibadah Islam sejak Juni 2014 lalu setelah dilakukan sejumlah renovasi di bagian gedung bekas gereja itu. Pada Ramadhan yang lalu, aktivitas ibadah cukup meriah di masjid itu. Ada pula beberapa muallaf Amerika yang memilih mengucapkan syahadat di masjid itu.
Pengambilalihan gereja untuk diubah menjadi masjid tampaknya merupakan tren yang mulai berkembang di Amerika. Ini adalah cara mudah untuk mendirikan rumah ibadah bagi kaum muslim, mengingat betapa sulitnya mendapatkan izin mendirikan rumah ibadah di negara itu. Dengan membeli gereja, maka tidak perlu lagi mengurus izin  sebab gereja sudah memiliki izin sebagai tempat ibadah.
Inipula yang menjadi pertimbangan komunitas muslim Indonesia di Amerika  untuk membeli  Gereja First Church di Georgio Ave, Silver  Spring, Maryland. Sebelumnya warga Indonesia di negeri itu telah berkali-kali meminta izin untuk mendirikan masjid di kawasan Washington atau Maryland, tapi selalu saja ditolak karena  alasan mengganggu ketentraman masyarakat.
Kini setelah hadirnya masjid di Maryland, maka komunitas muslim Indonesia  telah  memiliki masjid sebagai pusat silaturrahmi umat Islam di negara bagian itu. Harga pembelian gereja itu mencapai $3 juta yang dananya berasal dari hibah pemerintah Indonesia. Masjid Maryland rencananya akan diresmikan Presiden SBY pada 26 September mendatang. (Baca : Muslim Indonesia di Amerika Merubah Gereja Menjadi Masjid), sekaligus merupakan masjid Indonesia pertama di Amerika.
Indonesia bukanlah negara pertama yang mendirikan masjid di Amerika.  Beberapa negara Islam di wilayah Asia juga memberi dukungan kepada warganya untuk membangun masjid di sejumlah negara bagian Amerika Serikat.  Yang paling fenomenal adalah Turki, yang membangun sebuah masjid kolosal  di wilayah  Lanham, Maryland pada awal 2012. Jika tidak ada aral melintang, Oktober  ini masjid kolosal tersebut akan diresmikan oleh Perdana Menteri Tayyip Erdogan.
Disebut kolosal, sebab proyek masjid itu dibangun di atas lahan seluas enam  hektar yang menelan biaya  $100 juta atau sekitar Rp 11 triliun ( dengan kurs Rp 11 ribu/ dolar). Masjid itu dibangun dengan gaya arsitektur khas Turki  ala kerajaan Ottoman abad 16.  Daya tampungnya mencapai 750 jemaah dan merupakan masjid terbesar di Amerika.
Tidak hanya masjid saja yang dibangun di lahan tersebut, tapi juga sejumlah sarana lainnya, seperti Gedung Pusat Bahasa Turki, Pusat Sejarah Turki,  Lembaga Pertukaran Budaya, sarana  rekreasi, olahraga dan kesehatan, pendidikan pemberdayaan untuk perempuan, pusat perdagangan Turki – Amerika serta kegiatan sosial lainnya.  Pemerintah Turki menamakan gedung tersebut sebagai  The Turkish American Culture and Civilization Center.
Kehadiran masjid Turki dan masjid-masjid lainnya di sejumlah negara bagian Amerika ini menjadi sesuatu yang paradok dengan isu Islamophobia  (anti Islam) yang mencuat sejak tragedy 11 September 2001. Bukannya tersingkirkan, malah sejak mencuatnya aksi teror yang menghancurkan gedung kembar New  York itu, justru agama Islam kian berkembang di Amerika.
Data yang dilansir Faith Communities Today (FACT) – sebuah organisasi keagamaan di Amerika – menyebutkan jumlah masjid di negara itu bertambah drastis sejak kasus 11 September.  Pada 2001 hanya ada sekitar  1.209 masjid tersebar di Amerika Serikat. Namun pada 2014 jumlah itu meningkat hingga 2150 unit atau bertambah hingga 80 persen. Lima negara bagian dengan pertumbuhan masjid terbesar di Amerika adalah New York  sebanyak 257 unit,  disusul California 246 unit, Texas 166 unit, Florida 118 unit, dan Illinois  109 unit.
Islam merupakan agama keempat terbesar di Amerika setelah Kristen, Khatolik dan Yahudi.  Dari sekitar 316 juta penduduk Amerika, 2, 8 persen adalah muslim.
Penulis saat ini sedang berada di Washington

Baca Juga