Selasa, 23 Juni 2015

Islam di Masa Nabi Muhammad Saw.

disusun oleh: Dina Fadilah al-Haddad & Harkaman

BAB
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah

Spesifikasi dalam pendidikan keislaman selain dibutuhkan ilmiah adalah ibadah simbol ketaatan kepada Allah. Sehingga kebutuhan ilmiah karena menyingkap ilmu-ilmu al-Qur’an dan Rasul membutuhkan kemampuan instink yang dibarengi dengan kekuatan akal. Sebagai ibadah, Allah tidak menghendaki orang-orang yang tidak mempunyai tingkat intelegensi yang tinggi menjadi referensi wahyu-Nya.[1]
Persoalan ibadah kepada Allah SWT adalah suatu hal yang sangat urgen dalam kehidupan manusia. Namun tidak sedikit umat Islam yang terjebak dalam kehalusan dosa yang menggerogoti mereka. Karena pengetahuan tentang kebenaran hakiki tidak dipahami. Ditambah dengan persepsi yang salah yang berkembang dalam sejarah kehidupan umat Islam.
Dewasa ini membuktikan akar dari segala pemahaman yang salah, yaitu terdapat pada potret sejarah. Khususnya sejarah Islam pada periode awal (zaman Nabi), menjadi suatu hal yang wajib untuk diketahui. Dan yang terpenting bagaimana bisa meneropong kehidupan Nabi dikala itu. Karena banyak moralitas yang semestinya diaplikasikan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Faktanya sekarang, moralitas tergadaikan oleh kehidupan yang rendah. Anak bangsa mempunyai akhlak yang sangat mengkhawatirkan, bahkan sampai kepada kalangan pendidik. Masalah ini bukanlah permasalahan individual, akan tetapi menjadi tanggung jawab bersama.
Pepecahan umat kian hari semakin menjadi-jadi, di sana-sini saling mengkafirkan dan menganggap hanya dirinyalah yang benar. Apakah seperti itu yang dicontohkan oleh Nabi?. Nabi pernah tinggal di Madinah (periode Madinah)  selama 10 tahun hidup dalam fluralitas, di mana terdapat nonmuslim. Tapi, Nabi tidak pernah dipersalahkan oleh mereka yang nonmuslim, bahkan beliau sangat dihargai. Nabi pernah hidup di Makkah, tidak ada yang menafikan akhlak mulia yang terpancar dari wajah beliau.
Yang terpenting sekarang adalah bagaimana bisa bermanfaat di akhlak. Nabi bersabdah “Sebaik-baik kalian adalah yang paling bermanfaat bagi manusia”. Jangan yang sebaliknya, termasuk orang yang paling menyusahkan. Menzolimi orang, mengadu domba, menfitnah, dengki dan iri hati menjadi karakteristik. Ini sangat bertentangan dengan hakikat Muslim yang sesungguhnya.

B.     Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakng masalah yang telah kami utarakan di atas, maka dapat disusun rumusan masalah yang akan menjadi langkah awal untuk memulai penelitian. Adapun rumusan yang masalah yang akan kami tulis adalah sebagai berikut:
  1. Bagaimana potret kehidupan Nabi di periode Madinah dan Makkah?
  2. Akhlak Nabi terhadap kaum Muslimin dan nonmulim bagaimana?
  3. Kebijakan politik, ekonomi, sosial dan berbagai aspek lainnya di masa itu?

C.    Hipotesis

Dalam periode Islam di masa Nabi tentunya berbeda di masa kini, selain  otoritas yang berbeda. Ulama-ulama banyak yang bermunculan umat begitu cepatnya berta’liq kepada orang yang dianggapnya alim. Kami tidak mengatakan itu salah, namun yang perlu diperhatikan adalah sikap ketelitian yang harus dimiliki oleh setiap Muslim.
Penilaian utama tentang orang alim (ulama), kebanyakan hanya dilihat dari tampilan luar saja. Ketika berjubah, berpakaian rapi, murah senyum dan lembut bicaranya sudah dinilai sebagai seorang yang sangat alim. Pandangan kaca mata orang awam seperti itulah. Akan tetapi syarat-syarat tersebut tidaklah cukup, karena tidak sedikit ulama yang mendoktrin para pengikutnya menjadi sebuah serigala berbulu domba. Perilaku berutal sedang selogam anti kekerasan dan cinta damai.
Kenapa di masa Nabi Islam begitu cepat berkembang, hanya dalam  23 tahun Islam sudah menyebar di mana-mana. Kami tidak ingin berbicara terlalu jauh, yang kami ingin fokuskan dalam pembahasan ini adalah Islam diperiode Makkah dan Madinah. Nabi ketika meletakkan sebuah nilai, penyalurannya penuh dengan hikmah. Sehingga dengan mudahnya masyarakat saat itu menerima. Tentunya hal ini sangat bertentangan dengan umat Islam saat ini. Islam tidak lagi diperkenalkan dengan cinta, akan tetapi lebih dominan benci.
Jika orang-orang salaf sering mengatakan bid’ah terhadap orang yang melakukan perbuatan yang tidak pernah dilakukan oleh Nabi. Maka kami juga berani mengatakan bahwa orang yang memperkenalkan Islam dengan cara menyalahkan, kekerasan dan perbuatan-perbuatan tercela lainnya merupakan pelaku bid’ah.
Islam sekarang banyak dibajak oleh orang-orang yang berkepentingan dan bertujuan untuk menghancurkan Islam dari dalam. Mereka sengaja mencerai-berai umat Islam. Dan ini harus disadari oleh setiap muslim, karena hal itu sangat melenceng dari ajaran Islam. Maka dari itu, mengenal karakter Nabi sangatlah urgen. Karena pelaku dosa tersebut hanya menjadi korban atas ketidaktahuannya tentang sejarah Islam.

D.    Tujuan Penulisan

Hampir tidak ditemukan sebuah karya yang dikemas secara sederhana untuk mengenalkan sejarah Islam, terkhusus sejarah Nabi dan Islam di masa Nabi. Dengan keberadaan karya ilmiyah ini. Kami menginginkan khasanah keilmuan umat Mulim bertambah.
Bukan hanya bisa sekadar menyalahkan, akan tetapi punya bukti otentik yang dapat memperkuat argument mereka. Sederhanya jiwa-jiwa fanatik tidak menjalar dalam kehidupannya.  Tentunya setiap Muslim tidak menginginkan Islam dipersepsikan salah. Inilah yang kami ingin capai dalam kemasan sederhana, namun penuh makna.
Selain beberapa tujuan tersebut di atas, diinginkan karya ilmiah yang dikemas dalam bentuk sederhana ini. Bukan hanya sekadar menjadi bahan bacaan dan diskusi, akan tetapi dapat dijadikan sebagai sumber referensi yang kebenarannya dapat dipertanggungjawabkan.
Adapun perioritas yang kami targetkan adalah menjadikan karya ilmiah ini sebagai fasilitas proses pemanusiaan manusia. Yang dimaksudkan adalah mengenal diri dan mengenal Allah SWT, sehingga dapat selamat dunia dan akhirat.

E.     Manfaat Penulisan

Adapun manfaat yang akan diperoleh dari karya ilmiah ini adalah sebagai berikut:
  1. Memahami sejarah Islam di masa Nabi.
  2. Mampu mengedintifikasi akhlak Nabi.
  3. Memahami strategi dakwah, politk, kemiliteran dan berbagai macam kebijakan-kebijakan yang telah dikeluarkan oleh Nabi.

BAB II

ISLAM DI MASA NABI

A.    Periode Makkah

1.      Letak Kota Makkah

Kota Mekkah terletak di perut lembah,yang dikelilingi oleh bukit-bukit dari segala arah, dari sebelah timur membentang bukit Abu Qubais (Jabal Abu Qubais) dan dari barat dibatasi oleh dua bukit (gunung) Qa’aiqa’ dan keduanya berbentuk bulan sabit mengelilingi perkampungan Mekkah. Dan dikenal bagian yang rendah dari lembah tersebut dengan Al-Bathhaa’ yang ada padanya Ka’bah dan dikelilingi oleh rumah-rumah orang Quraisy, sedangkan bagian yang tinggi dikenal dengan Al-Mu’alaah dan pada bagian ujung-ujung kedua bukit yang berbentuk bulan sabit tersebut dibangun rumah-rumah sederhana milik orang Quraisy Dzawaahir yaitu orang-orang pedalaman (A’rob) Quraisy yang miskin dan merupakan serdadu-serdadu perang. Akan tetapi mereka ini di bawah kaum Quraisy Bathhaa’ (yang tinggal di Bathhaa’) dalam kebudayaan, kekayaan dan martabatnya. (lihat As Siroh An Nabawiyah As Shahihah oleh Akrom Dhiya’ Al Umary hal: 1/77).

2.      Watak dan Perilaku Masyarakat Makkah

Makkah adalah lembah yang sangat tandus kondisi geografis seperti inilah berpengaruh besar dalam membentuk sikap dan watak masyarakatnya. Pada umumnya penduduk Makkah bertempramen buruk dan tidak mampu berpikir secara mendalam.
Ditambah dengan sistem politik di Makkah, yang dilakukan oleh pemuka-pemuka kaum Qurays untuk mempertahankan jabatan, kedudukan atau kekuasaan mereka. Sehingga hal itu juga berpengaruh pada watak dan perilaku mereka yang cenderung lebih agresif, egois, keras kepala serta tidak mudah bagi mereka untuk dapat menerima pendapat atau keyakinan orang lain.

3.      Muhammad adalah Nabi

Nabi Muhammad menerima wahyu pertamanya menjelang usia beliau yang ke-40 tahun. Seperti biasanya yang Nabi lakukan, Nabi terbiasa pada setiap tahun menyisihkan sebagian waktunya untuk melakukan tahannus di Gua Hira, yang berjarak beberapa kilometer di utara kota Makkah. Dan pada tanggal 17 Ramadhan tahun 611 M ( berdasar pendapat yang paling banyak digunakan ), seperti biasa Nabi melakukan tahannus di Gua Hira dan pada saat itulah muncul malaikat Jibril dan menyampaikan wahyu Allah yang pertama.
Dengan turunnya wahyu pertama itu juga sekaligus menunjukan bahwa Muhammad telah dipilih atau lebih tepatnya diangkat oleh Allah sebagai Nabi, namun dalam wahyu pertama ini ada perintah untuk mendakwahkan risalah yang didapatnya.
Setelah wahyu pertama itu datang, Jibril tidak lagi muncul lagi untuk beberapa lama sementara nabi Muhammad menantikannya dan selalu datang ke Gua Hira. Dalam keadaan menanti itulah turun wahyu yang membawa perintah kepadanya, wahyu itu berbunyi sebagai berikut : “ Hai orang yang berselimut, bangun dan beri ingatlah. Hendaknya engkau besarkan Tuhanmu dan bersihkanlah pakaianmu tinggalkanlah perbuatan dosa, dan janganlah engkau memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu bersabarlah.” (al muddatstsir : 1-7).
Setelah turunnya wahyu itu, juga sekaligus menjadi perintah bagi Nabi untuk mulai berdakwah.

4.      Perkembangan Islam di Periode Makkah

Sebelum masa masuknya Islam kebanyakan kaum Arab beribadat dengan cara melakukan penyembahan berhala dan mereka menjadikan Ka’bah sebagai pusat peribadatan mereka, hal tersebut bisa dikatakan sudah cukup lama berlangsung sampai akhirnya Nabi Muhammad datang dan membawa keyakinan lain yaitu ketauhidan.
Tentunya hal tersebut tidak semerta-merta dapat dengan mudah diterima bahkan ditolak habis-habisan oleh kaum kafir Quraisy. Banyak alasan bagi mereka untuk menolak keyakinan yang dibawa oleh Nabi Muhammad tersebut, salah satunya adalah apa yang mereka yakini adalah sesuatu  yang telah lama mengakar dan menjadi keyakinan mereka serta nenek moyang mereka. Sehingga keyakinan tersebut sudah tertanam kuat dalam keyakinan mereka. Para pemahat serta penjual atau patung merasa datangnya Islam akan menghalangi mata pencaharian mereka. Karena tentunya jika Islam menyebar maka mereka akan kehilangan mata pencaharian mereka, yang mana sangat bergantung pada apa yang diyakini masyarakat pada masa itu. Kemudian kaum Quraisy juga tidak setuju dengan seruan Nabi Muhammad Saw. tentang persamaan hak antara hamba sahaya  dan bangsawan. Intinya Nabi Muhammad Saw. ingin menghapuskan sistem perbudakan yang telah lama berjalan kaum Quraisy juga menolak ajaran tentang kebangkitan dan pembalasan hari akhir.
Karena reaksi keras dari kaum Quraisy itulah yang tentunya menghambat dakwah nabi Muhammad Saw. karena tentunya akan beresiko sekali dan bahkan mengancam keselamatan dan nyawa Nabi sehingga pada akhirnya Nabi harus melakukan sistem dakwah yag lain. Dakwah  Nabi  Muhammad Saw. dilakukan dengan dua cara pertama yaitu dengan cara sembunyi-sembunyi dan terbatas.

5.      Periode Dakwah dengan Cara Rahasia dan Diam-diam

Awalnya Rasulullah berdakwah secara diam-diam di lingkungan  sekitarnya sendiri dan dikalangan rekan-rekan, orang yang pertama kali manerima serta mengikuti dakwahnya. Mula-mula istri Rasul sayyidatina Khadijah kemudian disusul imam Ali yang sekaligus juga menjadi pemeluk agama Islam termuda, imam Ali memeluk agama Islam pada usianya yang ke-10 tahuN. Kemudian disusul oleh Abu Bakar , Zaid, Ummu Aiman  dan lain-lain. Dengan dakwah secara diam-diam ini belasan orang telah menyatakan diri memeluk agama Islam. Setelah beberapa lama dakwah tersebut dilaksanakan secara individual, turunlah perintah agar Nabi melakukan dakwah secara terang-terangan.

6.      Periode Dakwah dengan Terang-terangan dan Terbuka

Setelah  beberapa lama melakukan secara sembunyi-sembunyi turunlah perintah atau firman untuk melakukan dakwah secara terbuka dan terang-terangan:
“Dan berilah peringatan kepada kaum kerabatmu yang terdekat.”(Asy-Syu’araa).
Dengan datang atau turunnya perintah itu Nabi mulai berdakwah secara terang-terangan, mula-mulanya nabi mengundang dan menyeru pada kerabat karibnya dari Bani Abdul Muthalib, tapi mereka semua menolak kecuali Ali.
Langkah berikutnya yang ditempuh Nabi adalah mulai menyeru pada masyarakat umum. Maka Rasulullah naik ke bukit Shafa dan memanggil orang Makkah, beliau bersabda “Bagaimana bila aku mengatakan pada kalian bahwa dilembah sana ada seekor kuda yang akan menyerang kalian, apakah kalian akan mempercayai apa yang saya ucapkan?” mereka menjawab “ ya , kami percaya karena kami belum pernah mendapatkan engkau berdusta” maka Rasulullah bersabda “Ketahuilah bahwa sesungguhnya aku memberi peringatan kepada kalian tentang siksa yang sangat pedih”. Lalu Rasul mengajak mereka untuk beriman kepada Allah.[2]
Pada masa dakwah secara terang-terangan inilah Nabi mendapatkan perlakuan yang buruk dari umatnya. Karena setelah dakwah terang-terangan itu, pemimpin Quraisy mulai berusaha menghalangi dakwah Rasul. Karena mereka juga melihat semakin bertambahnya jumlah pengikut Nabi, maka mereka pun semakin keras melancarkan serangan-serangan, baik pada Nabi ataupun pada para pengikut Nabi.
Berbagai cara dilakukan oleh pemuka-pemuka kaum Quraisy agar Nabi menghentikan dakwahnya, saat itu mereka tidak berani melukai Nabi karena perlindungan dari pamanya Abi Thalib yang sangat disegani dikalangan masyarakat saat itu. Para pengikut Nabi yang juga termasuk kalangan bangsawan terselamatkan dari siksa kaum Quraisy saat itu, dan bagi mereka yang tidak memiliki perlindungan, harus menahan siksa yang pedih dari kaum Quraisy saat itu. Nabi juga mendapatkan jalan buntu dalam dakwahnya. Intinya Nabi dan para pengikutnya mendapat hambatan serta siksaan baik secara fisik dan mental dari kaum Quraisy saat itu. Sehingga kemudian Nabi memutuskan untuk menyebarkan dakwahnya di wilayah lain dengan harapan dakwahnya akan berkembang dengan pesat alasan lainnya adalah untuk menghindari serangan dari pemuka-pemuka Quraisy saat itu.

7.      Nabi Berdakwah ke Thaif

Setelah penyiksaan dan semua perlakuan yang didapat oleh Nabi dari kaum Quraisy di Makkah, Nabi kemudian berusaha menyebarkan Islam ke luar kota dengan harapan dakwah Nabi akan mendapatkan reaksi yang berbeda dari yang diterima Nabi di kota Makkah.
Namun ternyata harapan dan perkiraaan Nabi salah besar, ketika Nabi memutuskan untuk menyebarkan Islam di Thaif, reaksi yang didapat sama dengan reaksi yang biasa nabi dapat di Makkah. Di Thaif Nabi diejek, disoraki, dan dilempari batu, akhirnya Nabi memutuskan kembali ke Makkah. Sampai-sampai ketika Nabi berjalan kembali ke Makkah orang Thaif membuntuti Nabi sambil melemparinya dengan batu sampai terluka di bagian kepala dan badannya. Ternyata apa yang diharapkan dan perkirakan  Nabi tidak terwujud dan ini semakin menyurutkan semangat Nabi, karena Nabi juga telah mengalami peristiwa yang cukup menyedihkan yaitu meninggalnya dua sosok penting dalam hidupnya yaitu pamanya Abu Thalib dan juga istrinya sayyidatina Khadijah.

B.     Periode Madinah

Jibril datang menemui Rasulullah dan mengabarkan kepadanya tentang kesepakatan kaumnya. Dia menyuruh Rasulullah untuk segera hijrah. Orang-orang kafir berkumpul di sekeliling rumah rasulullah. Kemudian Rasulullah keluar sanmbil menebarkan debu di atas kepala mereka yang membuat mereka pingsan.[3]
Peristiwa pengepunan itulah yang menandai awal pergerakan (hijrah) Nabi menuju Madinah. Di kala kaumnya sudah benar-benar menentang dan ingin mebunuh Nabi, sebagi bukti tanda penolakan kan kebenaran yang dibawah oleh Nabi. Maka dimulailah hidup baru oleh umat Islam dengan harus hijrah.

1.      Aspek Sosial Kemasyarakatan

Berbeda dengan Makkah, Madinah senantiasa mengalami perubahan sosial yang meninggalkan bentuk kemasyarakatan absolut model badui. Kehidupan sosial Madinah secara berangsur-angsur diwarnai oleh unsur kedekatan ruang daripada oleh sistem kekerabatan. Madinah juga memiliki sejumlah warga Yahudi, yang mana sebagian besarnya lebih simpatik terhadap monotheisme.[4]
Penduduk Madinah yang terdiri dari kaum Muhajirin, Anshar, dan nonmuslim tersebut, merupakan sebuah keberagaman yang ada pada masa lalu dan sudah menjadi suatu hal yang tidak bisa lagi dipungkuri eksistensinya. Tapi bukan hal itu yang akan digaris bawahi, yang terpenting adalah jiwa sosialis masyarakat madinah sangat tinggi. Ini terbukti dari persaudaraan yang tinggi dan sangat kokoh. Tidak ditemukan konflik karena masalah perbedaan. Kalaupun ada masalah itu dengan cepat segara terselesaikan, karena nabi sangat bijak dalam hal itu dan sangat hati-hati terhadap peletakan sebuah nilai kemasyarakatan.
Nabi berhasil membentuk sistem yang luar biasa bagus. Masyarakat Madinah merasa bahwa dirinya itu satu. Maka dari itu, apabilah ada satu yang sakit maka yang lain turut merasakan. Hal ini lebih khusus lagi pada umat Muslim sendiri, di mana sudah menjadi kewajiban di setiap Muslim sebagaimana dalam riwayat Nabi seringkali memerintahkannya.
Ada beberapa teradisi yang yang perlu digaris bawahi:
  • Silaturahim yang membudaya
  • Gotongroyong sering diadakan demi kepentingan bersama
  • Kepedulian yang tinggi, mengunjungi orang yang sedang sakit atau yang terkena musibah.

2.      Aspek Politik Pemerintahan

Selain menjadi pemimpin agama Islam, Nabi Muhammad juga menjadi pemimpin pemerintahan. Kalau sekarang beliau selayaknya sebagai presiden. Nabi terkenal dengan kebijaksanaannya dalam menjalankan roda pemerintahan. Kepentingan umum lebih dikedepankan dari kepentingan-kepentingan yang lain.
Adapun sistem pemerintahan yang digunakan Nabi yaitu sistem musyawarah dan demokrasi dan yang terpenting adalah perkara diputuskan dengan seadil-adilnya. Sehingga Golongan yang berbeda merasa tenang karena tidak ada diskriminasi. Mereka bisa hidup berdampingan tanpa ada permusushan dengan yang lain. Keberagaman yang ada tidak menjadi persoalan, justru mengkokohkan solidaritas di antara mereka.
Memang pada kebijakan politik yang pertama oleh Nabi adalah bagaimana menghapus prinsip kesukuan dan mempererat persatuan. Nabi benar-benar mencurahkan perhatiannya untuk masyarakat, sehingga berhasil mendamaikan antar suku Auz dan Khazraj.
Perlu diketahui ada beberapa strategi yang dilakukan Rasulullah, dalam rangka memperkokoh masyarakat dan negara baru yang telah terbentuk. Adapun strategi yang dilakukan adalah sebagai berikut:

a.      Pembangunan masjid

Masjid di zaman Nabi, selain berfungsi sebagai tempat ibadah, juga sebagi tempat mempersatukan kaum Muslimin, musyawarah, bahkan menjadi pusat pemerintahan.
  1. a.      Ukhuwah islamiyah, persaudaraan sesama Muslim.
Hal ini dilakukan oleh Nabi, agar persaudaraan mereka kuat dan menjadikan gebrakan yang baru, bahwa persaudaraan itu tidak hanya terjadi karena ada hubungan darah. Akan tetapi antar agama dapat terjadi juga.
  1. Hubungan persahabatan dengan pihak-pihak lain yang tidak beragama Islam.[5]
Agar stabilitas masyarakat dapat diwujudkan, Nabi mengadakan perjanjian dengan non-Muslim. Sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa masyarakat Madinah beragam, maka langkah iniloh yang dilakukan oleh Nabi, diharapkan tidak ada yang merasa diskriminasi. Dari sinilah kemudian muncul nama Piagam Madinah.

b.      Kemiliteran

Nabi adalah pemimpin negara tertinggi tentara Muslim. Beliau turut terjun dalam 26 atau 27 peperangan dalam ekspedisi. Bahkan Nabi sendiri yang memimpin beberapa peperangan yang besar misalnya, perang Badar, perang Uhud, perang Khandaq, perang Hunayn dan dalam penaklukkan kota Makkah. Adapun peperangan ekspedisi yang lebih kecil pimpinan diserahkan kepada para komandan yang ditunujuk oleh Nabi.[6]
Di kala itu, peraturan kemiliteran belum dikenal. Akan tetapi moralitas dan kedisiplinan yang tinggi membuat mereka tertata di bawah satu komando yaitu Nabi. Ketika ingin menghadapi peperangan Nabi kerapkali mengundang para sahabat (Tokoh-tokoh) untuk berdiskusi mengenai hal tersebut.
Dalam perkembangannnya pasukan kemiliteran umat Islam makin meningkat. Pada awalnya pasukan umat Islam hanya berjumlah 313 pejuang. Hingga pada perang terakhir di Uhud, pasukan umat Islam sudah mencapai 30.00 pejuang. Para pejuang tersebut memiliki keahlian yang cukup baik dan disiplin yang tinggi.

c.       Dakwah

Proses penyebaran agama Islam di Madinah tentunya memiliki perbedaan dengan sistem yang telah diterapkan oleh Nabi sebelumnya. Pada periode Madinah Nabi memiliki sedikit kemudahan dalam mengenalkan Islam. Itu dikarenakan masih banyak penduduk Madinah yang menganut agama samawi. Dapat kita lihat ketika Nabi memasuki Madinah, beliau mendapat penyambutan yang luar biasa dari masyarakat.
Ada beberapa strategi dakwah yang dilakukan oleh Nabi, yaitu sebagai berikut:
  • Membina masyarakat Islam melalui pertalian persaudaraan antara kaum Muhajirin dengan kaum Anshar
  • Memellihara dan mempertahankan masyarakat Islam
  • Meletakkan dasar-daar politik ekonomi dan sosial untuk masyarakat Islam.
Dengan diletakannya dasar-dasar yang berkala ini masyarakat dan pemerintahan Islam dapat mewujudkan nagari “ Baldatun Thayyibatun Warabbun Ghafur “ dan Madinah disebut “ Madinatul Munawwarah”.[7]
Dari sistem yang telah diterapkan Nabi tersebut, hampir tidak mendapat penolakan dari masyarakat Madinah, karena nilai-nilai yang diletakkan Nabi bersifat universal, walau pada hakikatnya nilai-nilai tersebut termaktub dalam Islam. Contohnya berbuat adil, saling menolong, larangan curang dalam berdagang, dan lai-lain.
Perkembangan Islam juga tidak terlepas dari peranan moral Nabi yang begitu mulia dan sangat bijak dalam memutuskan sebuah perkara. Sehingga tidak sedikit kasus yang telah diselesaikan. Bahkan ketika ada perselisihan antar suku, Nabi selalu mendapat undangan untuk memberikan jalan keluar.

3.      Kondisi Perekonomian Madinah

Kekayaan Madinah nyaris secara keseluruahan terkonsentarasi di tangan orang-orang Yahudi. Jadinya orang-orang Arab (Anshar) hidup dalam kemiskinan dan kekurangan selama bertahun-tahun. Salah satu alasan mengapa mereka begitu miskin adalah dikarenakan harus memabayar bunga pinjaman mereka yang cukup tinggi kepada orang-orang yahudi.[8]
Kaum Anshar memang berada dalam lembah kemiskinan, akan tetapi Kaum Muhajirin lebih miskin lagi. Karena mereka hijrah tanpa membawa harta benda, barang berharga ditinggalkan di Makkah. Semakin hari kehidupan kaum Muhajirin memprihatinkan. Pada perjanjian awal kaum Muhajirin harus membantu untuk bercocok tanam, namun mereka tidak berpengalaman dalam hal itu, sehingga mereka harus bekerja sebagai buruh kasar di kebun milik orang Yahudi dan Ansar. Misalnya menebang pohon, menyiram pohon, dan lain-lain.
Nabi kemudian memberikan solusi kepada kaum Muhajirin untuk dipersaudarakan dengan kaum Anshar. Mereka harus saling membantu dan bekerja sama. Peristiwa ini terjadi selang beberapa bulan kedatangan Nabi di Madinah. Ada beberapa orang yang dipersaudarakan, di anataranya sebagai berikut:
  • Amar bin Yasir (Muhajirin) dengan Huzaifah al-yamani (Anshar)
  • Abu bakar dengan Kharjah bin Zaid
  • Utsman bin Affan dengan ‘Aus bin Sabit
  • Umar bin Khattab dengan Utbah bin Malik
  • Abu Dzar al-Ghiffari dengan al Mundzir bin Amr
  • Mus’ab bin Umair dengan Abu Ayyub
  • Abu Ubaidah Amir al-Jarrah dengan Sa’ad bin Ma’az
  • Zubair bin al-Awwam dengan Salam bin Waqash
  • Abdurrahman bin ‘Auf dengan Sa’ad bin Rabi’
  • Thalhah bin Ubaidillah dengan Ka’ab bin Malik
Sementara itu Ali tidak dipersaudarakan dengan siapa pun, namun Ali patut berbangga, karena Nabi mengatakan engkau adalah saudaraku di dunia dan akhirat.[9]
Hingga akhirnya masalah perekonomian yang menyiksa bathin mereka telah terlewatkan. Berjalannya hari kaum Anshar dan Muhajirin menjadi makmur. Bahkan kekayaan Muhajirin melebihi kekayaan kaum Anshar. Hal ini bukanlah sesuatu yang buruk, namun  yang sangat menyedihkan setelah wafatnya Nabi Saw, kaum Muhajirin menaruh barisan kaum Anshar berada dibelakang barisan mereka. Ini karena adanya penyusut dari Bani Umayyah yang menyamar menjadi kaum Muhajirin. Sebagaimana telah diketahui kaum Anshar adalah musuh Bani Umayyah.

4.      Sumber-sumber Keuangan Negara

Pada masa pra-Islam, masyarakat Arab tidak mengenal otoritas pemerintahan pusat. Mereka juga belum mengenal sistem pendapatan dan pembelanjaan pemeritahan. Nabi Muhammad Saw. adalah orang yang pertama kali memperkenalkan sistem ini di wilayah Arabiyah. Beliau mendirikan lembaga kejayaan masyarakat di Madinah. Terdapat lima sumber utama pendapatan Negara Islam, yaitu (i) Zakat, (ii) Jizyah (pajak perorangan), (iii) Khraj (pajak tanah), (iv) Ghanimah (hasil rampasana perang), (v) al-fay’ (hasil tanah negara.[10]
Kewajiban mengeluarkan zakat sudah jelas dalam al-Qur’an. Baik zakat untuk binatang ternak, buah-buahan, biji-bijian, hasil pertanian, maupun perak dan emas. Adapun masa pengeluaran itu ketika sampai batas minimal (nishab).  Sedang jizyah adalah pajak yang harus dikeluarkan oleh non-Muslim sebagai biaya pengganti jaminan keaamanan bagi mereka. Dan biaya ini bisa dikembalikan apabilah jaminan itu tidak terlaksana.
Dan bagi non-Muslim yang mempunyai lahan atau tanah juga dikenakan kewajiban untuk mengeluarkan pajak.  Kebijakan ini sama dengan kebijakan yang ada di Persia dan Romawi. Nabi memberlakukannya setelah penaklukan Khibar.
Ghanimah yang diperoleh dari hasil peperangan terbagi menjadi atas lima bagian (1/5). ¼ buat kas negara dan 4/5 dibagikan kepada pasukan muslimin yang ikut berperang. Barang rampasan itu meliputi senjata, kuda, dan harta bergerak lainnya. Dan sisa dari 1/5 tersebut, didistribusikan untuk keperluan keluarga Nabi, fakir miskin, anak yatim serta untuk keperluan Muslimin lainnya.
Tanah-tanah yang berada di wilayah negeri yang ditaklukkan oleh pasukan Muslim, maka itu termasuk kekayaan negara. Maka dari itu di zaman Nabi, tanah dan lahan negara cukup luas.

BAB III

PENUTUP

A.    KESIMPULAN

Perkembangan Islam di masa Nabi sungguh sangat cepat, itu dikarenakan nilai-nilai yang terkandung dalam Islam. Namun yang terpenting adalah perilaku Rasulullah yang sangat terpuji. Dan ini sebuah realitas yang ada saat itu sampai sekarang perilaku atau akhlak beliau masih terasa di dalam qalbu kita.
Nabi meletakkan nilai-nilai Islam dengan penuh hikmah dan sangat bijak dalam menyelesaikan masalah dikala ada persoalan. Baik itu persoalan kenegaraan, kemasyarakatan atau pun keagamaan. Tidak ada yang merasa diskriminasi oleh sikap-sikap Nabi. Keunggulan Nabi tidak hanya diakui oleh umat Islam, akan tetapi nonmuslim pun mengakui akan kecakapan  Nabi dalam berbagai hal.
Diperiode Makkah dan Madinah Nabi meletakkan nilai Islam berbeda. Posisi dan kondisi kemasyarakatan benar-benar dipahami. Hal itu terbukti dari strategi dakwah yang digunakan.
Yang akan menjadi penutup dari kesimpulan bahwa Nabi meletakkan Islam dengan cara yang benar. Hal ini merupakan sebuah keluarbiasaan. Tidak sedikit orang menyampaikan kebenaran tapi dianggap salah. Dan ironisnya banyak orang salah diannggap benar, walau kesalahan yang nyata adalah dia. Bukankah dari manusia terdapat kebenaran (fitrah) yang dibutuhkan hanyalah pembenaran.

B.     SARAN

Manusia berkembang dikala mereka mengadakan perubahan dan selalu intropeksi terhadap dirinya. Berangkat dari sebuah kenyataan yang menyelimuti langit dan bumi kini terbayang dalam setiap jiwa manusia. Kami pun mengharapkan kesempurnaan itu. Maka dari itu kami butuh kritikan yang membangun dan pastinya sangat mengapresiasi orang yang mau melakukannya untuk kami.
Dengan pengenalan singkat tentang keislaman di masa Nabi, semoga menjadi gerakan awal dalam merevolusi diri kita masing-masing agar menjadi lebih baik. Agar bisa sampai kepada cahaya Ilahi. Siapakah gerangan yang tidak ingin sampai di hadapan yang Maha Kaya dan Maha Sempurna sembari mencicipi kenikmatan dari Sang Pemberi Nikmat, yaitu Allah SWT.
  1. Muhammad al-Ghazali. Memahami Islam. (Jakarta, PT RajaGrafindo Persada : Cet. Ke-2, 2002). Hal.28
  2. Ahmad al-Usairy. Sejarah Islam. (Jakarta, Akbar Media Eka Sarana : Cet. Ke-6, 2008). Hal. 87
  3. Ahmad al-Usairy. Ibid. Hal. 102
    1. Ira M. Lapidus. Sejarah Sosial Umat Islam. (Jakarta, PT RajaGrafindo Persada : Cet. I, 1999). Hal.38
    2. Badri Yatim. Sejarah Peradaban Islam. (Jakarta, PT RajaGrafindo Persada : 2005). Hal. 26
    3. K. Ali. Sejarah Islam. (Jakarta, PT RajaGrafindo Persada : Cet. Ke-4, 2003).Hal.128
    4. http://penulismudasukses.blogspot.com/search/label/dakwahkampus
    5. Sayed Ali Asgher Razwy. Muhammad Rasulullah Saw. (Jakarta, Pustaka Zahra : Cet. I, 2004). Hal. 163
    6. Sayed Ali Asgher Razwy. Ibid. Hal. 164
      1. K. Ali. Op.Cit. Hal. 126

DAFTAR PUSTAKA

  • Ali Asgher Razwy, Sayed. 2004. Muhammad Rasulullah Saw. Jakarta: Pustaka Zahra
  • Ali, K. 2003. Sejarah Islam. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada
  • Al-Ghazali, Muhammad. 2002. Memahami Islam. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada
  • Al-Usairy, Ahmad. 2008. Sejarah Islam. Jakarta: Akbar Media Eka Sarana
  • Lapidus , Ira M. Sejarah Sosial Umat Islam. Jakarta, PT RajaGrafindo Persada

Tidak ada komentar:

Posting Komentar