Runtuhnya Kerajaan Granada, Kerajaan Islam Terakhir di Spanyol
26 Jun 2015
Pada tahun 711, umat
Islam mulai memasuki semenanjung Iberia. Dengan misi mengakhiri
kekuasaan tiran, Raja Roderick. Umat Islam di bawak kepemimpinan Thariq
bin Ziyad menyeberangi lautan yang memisahkan Maroko dan daratan
Spanyol. Tujuh tahun kemudian, sebagian besar wilayah semenanjung Iberia
(Spanyol dan Portugal sekarang) berhasil diduduki oleh umat Islam. Dan
kekuasaan tersebut berlanjut selama lebih dari 700 tahun.
Pada tahun 900-an M, Islam mencapai puncak kejayaannya di tanah
Andalusia. Lebih dari 5 juta muslim tinggal di daerah tersebut, dengan
prosentase mencapai 80% penduduk. Kerajaan yang kuat kala itu, Dinasti
Umayah II menjadi penguasa tunggal di daerah tersebut dan menjadi
kerajaan yang paling maju dan palign stabil kondisi sosialnya di daratan
Eropa. Namun, masa keemasan sosial dan politik ini tidaklah abadi. Pada
tahun 1000-an M, kerjaan ini runtuh dan terpecah-pecah menjadi beberapa
negara kecil yang disebut tha-ifah.
Thaifah-thaifah muslim ini adalah wilayah yang memiliki otonomi
masing-masing sehingga sangat rentan diserang oleh kerajaan-kerajaan
Kristen Eropa yang berada di wilayah Utara. Sepanjang dua ratus tahun
berjalan, satu per satu thaifah berhasil ditaklukkan oleh
kerajaan-kerajaan Kristen Eropa (Reconquista). Dan akhirnya pada tahun
1240-an M, hanya tersisa satu kerajaan Islam saja di benua biru
tersebut, di ujung Selatan tanah Andalusia, itulah Kerajaan Granada.
Tulisan yang singkat ini akan memaparkan bagaimana kerajaan Islam terakhir di Eropa ini runtuh. Emirat Granada
Selama terjadinya reconquista, kerajaan Islam satu per satu jatuh ke
wilayah kekuasaan kerajaan Kristen yang melakukan penyerangan dari
Utara. Dimulai dari tahun 1000-an hingga 1200-an, kota-kota utama
semisal Cordoba, Sevilla, Toledo bergiliran dikuasai. Gerakan
al-Murabitun dan Muwahidun (yang kemudian menjadi sebuah daulah pen.)
di Afrika Utara, turut memiliki andil membantu Kristen Eropa, meskipun
perpecahan umat Islam adalah faktor utama yang menyebabkan keruntuhan
Islam di Eropa. Pegunungan Sierra Nevada yang menjadi benteng alami Kerajaan Granada
Pada era tersebut, tahun 1200-an, Granada
sempat berhasil menghindarkan diri dari penaklukkan kerajaan-kerajaan
Eropa. Setelah jatuhnya Kota Cordoba, Granada menyepakati perjanjian
dengan Kerajaan Castile, salah satu kerajaan Kristen yang terkuat di
Eropa. Perjanjian tersebut berisikan kesediaan dan ketundukan Granada
dengan membayar upeti berupa emas kepada Kerajaan Castile setiap
tahunnya. Timbal baliknya, Castile menjamin independensi Granada dalam
urusan dalam negeri mereka dan lepas dari ancaman invasi Castile.
Selain membayar upeti, faktor lain yang membantu Granada terhindar
dari penklukkaan adalah letak geografisnya. Kerajaan ini terletak di
kaki pegunungan Sierra Nevada yang menjadi benteng alami melindungi
kerajaan dari invasi pihak-pihak luar. Peperangan Kerajaan Granada
Selama lebih dari 250 tahun, Granada tetap tunduk kepada Castile
dengan membayar upeti. Namun dikelilingi oleh kerajaan-kerajaan Kristen
yang tidak bersahabat tetap saja membuat Granada dalam keadaan terancam.
Mereka tidak pernah aman dari ancaman penaklukkan. Peninggalan-peninggalan Islam di Spanyol
Suratan takdir tentang keruntuhan Granada pun dimulai, ketika Raja
Ferdinand dari Aragon menikah dengan Putri Isabella dari Castile.
Pernikahan ini menyatukan dua kerajaan terkuat di semenanjung Iberia
yang merajut cita-cita yang satu, menaklukkan Granada dan menghapus
jejak-jejak Islam di benua biru.
Tahun 1482 pertempuran antara Kerajaan Kristen Spanyol dan emirat
Granada pun dimulai. Meskipun secara jumlah dan kekuatan materi Granada
kalah jauh, namun semangat juang masyarakat muslim Granada sangatlah
besar, mereka berperang dengan penuh keberanian. Sejarawan Spanyol
mengatakan, “Orang-orang muslim mencurahkan seluruh jiwa raga mereka
dalam peperangan, mereka layaknya seseorang pemberani dengan tekad yang
kuat mempertahankan diri mereka, istri, dan anak-anak mereka.” Demikian
juga masyarakat sipil Granada, mereka turut serta dalam peperangan
dengan gagah berani, mempertahankan tanah air mereka dan mempertahankan
eksistensi Islam di tanah Eropa.
Saat itu, orang-orang Kristen bersatu padu, tidak lagi berpecah belah
sebagaimana keadaan mereka di masa lalu. Beda halnya dengan Granada
yang malah menghadapi pergolakan politik. Para pemimpin muslim dan para
gubernur cenderung saling sikut, memiliki ambisi yang berbeda-beda, dan
berusaha saling melengserkan satu sama lain. Di antara mereka ada yang
berperan sebagai mata-mata Kristen dengan iming-iming imbalan kekayaan,
tanah, dan kekuasaan. Lebih parah dari itu, pada tahun 1483, Sultan
Muhammad, anak dari Sultan Granada, mengadakan pemberontakan terhadap
ayahnya sehingga memicu terjadinya perang sipil.
Raja Ferdinand benar-benar memanfaatkan situasi ini untuk membuat
Granada kian lemah, ia mendukung pemberontakan Sultan Muhammad melawan
ayah dan anggota keluarganya. Pasukan-pasukan Kristen dikerahkan oleh
Ferdinand turut berperang bersama Sultan Muhammad menghadapi anggota
keluarganya. Akhirnya Sultan Muhammad berhasil menaklukkan anggota
kerajaan dan menguasai Granada. Namun kekuasaannya ini hanya terbatas di
wilayah Kota Granada saja, karena pasukan Kristen menekan dan mengambil
wilayah-wilayah pedesaannya. Akhir dari Granada
Tidak lama setelah menguasai Granada, Sultan Muhammad mendapat surat
dari Raja Ferdinand untuk menyerahkan Granada ke wilayah kekuasaannya.
Sang sultan pun terkejut dengan permintaan Raja Ferdinand, karena ia
menyangka Raja Ferdinand akan memberikan wilayah Granada kepadanya dan
membiarkannya menjadi raja di wilayah tersebut.
Akhirnya Sultan Muhammad sadar bahwa ia hanya dimanfaatkan sebagai
pion oleh Ferdinand untuk melemahkan dan mempermudah jalan pasukan
Kristen menaklukkan Granada. Muhammad berusaha untuk menggalang kekuatan
dengan bersekutu bersama prajurit Islam di Afrika Utara dan Timur
Tengah untuk memerangi kekuatan Kristen Eropa. Namun bantuan yang
diharapkan Muhammad tidaklah sesuai dengan harapannya. Turki Utsmani
hanya mengirimkan sekelompok kecil angkatan laut yang tidak berpengaruh
banyak terhadap kekuatan Kristen Eropa.
Pada tahun 1491, Granada dikepung oleh pasukan-pasukan Raja Ferdinand
dan Ratu Isabella. Dari menara istananya, Muhammad melihat pasukan
Kristen dalam jumlah yang besar telah mengepung dan bersiap menyerang
Granada. Muhammad pun dipaksa untuk menandatangani surat penyerahan
Granada kepada pasukan sekutu Kristen. Peristiwa ini terjadi pada
November 1491.
Pada tanggal 2 Januari 1492, pasukan Kristen memasuki Kota Granada.
Pasukan-pasukan ini memasuki istana Alhambra, mereka memasang
bendera-bendera dan simbol-simbol kerajaan Kristen Eropa di
dinding-dinding istana sebagai tanda kemenangan, dan di menara tertinggi
istana Alhambra mereka pancangkan bendera salib agar rakyat Granada
mengetahui siapa penguasa mereka sekarang. Keadaan saat itu benar-benar
mencekam, rakyat muslim Granada tidak berani keluar dari rumah-rumah
mereka dan jalanan pun lengang dari hiruk pikuk manusia.
Setelah itu, Sultan Muhammad diasingkan. Beberapa saat perjalanan, di
puncak gunung, ia menoleh kepada bekas wilayahnya sambil menitikkan air
mata. Ibunya yang melihat keadaan itu tidak simpatik kepada putranya,
bahkan ia memarahinya dengan mengatakan, “Jangan engkau menangis seperti
perempuan, karena engkau tidak mampu mempertahankan Granada layaknya
seorang laki-laki”.
Orang-orang Kristen menjanjikan toleransi dan kedamaian terhadap
masyarakat Islam Granada, walaupun kemudian perjanjian itu mereka
batalkan sendiri. Ribuan umat Islam terbunuh dan yang lainnya mengungsi
menyeberang lautan menuju wilayah Afrika Utara.
Itulah akhir dari peradaban Islam di Spanyol yang telah berlangsung
lebih dari tujuh abad lamanya. Cahaya Islam menghilang dari daratan
tersebut dengan terusir dan tewasnya umat Islam di sana, kemudian
diganti dengan pendatang-pendatang Kristen yang menempati wilayah
tersebut.
Sumber: lostislamichistory.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar